Sabtu, 16 Februari 2013

Tugas dan Peranan Kepala Sekolah Dalam Manajemen Sekolah



Tugas dan Peranan Kepala Sekolah Dalam Manajemen Sekolah
  1. Pengertian dan Fungsi Manajemen
Manajemen berasal dari kata “managio” yaitu pengurusan atau “managiere” atau melatih dalam mengatur langkah-langkah. Manajemen didefenisikan oleh Parker Follet (Daft dan Steers, 1986) sebagai “the art of getting things done through people” atau diartikan lebih luas sebagai proses pencapaian tujuan melalui pendayagunaan sumber daya manusia dan material secara efisien (Buford dan Bedeian, 1988).  Menurut Lepawsky manajemen adalah tenaga, kekuatan yang memimpin, member petunjuk dan membimbing suatu organisasi dalam mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu (Sagala, 2009).
Sebagai suatu system menurut Sisdiknas manajemen merupakan suatu proses social yang direkayasa untuk mencapai tujuan Sisdiknas secara efektif dan efisien dengan mengikut sertakan, kerjasama serta partisipasi seluruh masyarakat. Dalam hal ini ada tiga hal yang penting yang ingin ditonjolkan, yaitu: manajemen suatu Sisdiknas merupakan suatu proses, rekayasa untuk mencapai tujuan Sisdiknas, pengikutsertaan (partisipasi masyarakat). Maka manajemen yang berkenaan dengan pemberdayaan sekolah merupakan alternatif yang paling tepat dalam mewujudkan sekolah yang mandiri dan memiliki keunggulan tinggi. Pemberdayaan adalah memberikan otonomi yang lebih luas dalam memecahkan masalah di sekolah, oleh karena itu diperlukan suatu perubahan kebijakan dibidang manajemen pendidikan dengan prinsip memberikan kewenangan mengelola dan mengambil keputusan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan sekolah. Ada tiga unsur pokok yang berkenaan dengan pekerjaan seorang manajer, ialah gagasan (ideas) atau hal atau benda (thing) dan orang (people).
Unsur-unsur tersebut direfleksikan dalam tugas-tugas:
  1. Berpikir konseptual, yakni seseorang merumuskan gagasan dan kesempatan-kesempatan baru dalam organisasi.
  2. Administrasi, yakni merinci proses manajemen.
  3. Kepemimpin, yakni memotivasi orang-orang supaya melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan organsasi.
Manajemen berlangsung dalam suatu proses berkesinambungan secara sistematik, yaitu:
  • Planning (perencanaan). Yaitu membuat keputusan, menyangkut tindakan yang harus diambil yang akan diikuti oleh perusahaan lainnya. Sebelum mengambil keputusan, kita harus terlebih dulu mengkaji perencanaan tersebut, menganalisanya atau mengajukan proposal dulu. Perencanaan berkaitan dengan apa yang harus dilakukan, bagaimana melakukannya, kapan melakukannya dan siapa yang harus melakukannya.
  • Organizing (pengaturan). Orang-orang bekerja sama dalam sebuah kelompok untuk mencapai suatu tujuan tertentu; mereka harus memiliki peran masing-masing, seperti para aktor dalam sebuah drama. Apakah peran ini dikembangkan oleh mereka sendiri atau ditentukan oleh orang lain itu merupakan kebetulan belaka. Peran ini diperlukan agar setiap orang dapat memberikan kontribusinya terhadap kelompok. Peran ini berarti bahwa apa yang dilakukan oleh seseorang itu memiliki tujuan tertentu; apakah hasil kerja mereka sesuai dengan kebutuhan kelompok; di mana mereka mendapatkan otoritas untuk melakukan pekerjaan tersebut dan di mana mereka bisa mendapatkan alat dan informasi untuk dapat menyelesaikan tugas tersebut. Yang termasuk organizing adalah (1) menentukan aktifitas yang bisa digunakan untuk dapat meraih tujuan, (2) mengelompokkan aktifitas ini ke dalam departemen atau seksi, (3) tugas yang harus diselesaikan oleh manajer, (4) perwakilan otoritas untuk melakukan tugas, dan (5) ketentuan untuk menetapkan koordinasi tugas, otoritas dan informasi secara horizontal dan vertikal dalam struktur organisasi.
  • Staffing (susunan kepegawaian). Yaitu mengisi posisi dalam sebuah struktur organisasi dan tidak membiarkan sebuah posisi itu menjadi kosong. Selain itu, yang termasuk staffing adalah menentukan syarat untuk pekerjaan yang harus diselesaikan, melakukan penemuan, memberikan pengakuan dan memilih kandidat yang cocok untuk sebuah posisi, memberi kompensasi, melatih dan mengembangkan kandidat tersebut sehingga mereka dapat melakukan tugasnya dengan efektif.
  • Leading (memimpin). Yaitu memberi pengaruh kepada orang lain sehingga mereka mau berusaha dengan ikhlas dan antusias terhadap tujuan yang akan dicapai oleh perusahaan; leading ini menyangkut aspek interpersonal (antar pribadi) dalam manajemen. Hambatan dalam leading ini adalah keinginan dan sikap orang yang berbeda – beda, sikap mereka baik sebagai individu maupun kelompok dan kebutuhan akan manajer yang dituntut untuk menjadi pemimpin yang efektif.
  • Controlling (pengontrolan). Yaitu mengukur dan memperbaiki pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan agar tidak melenceng dari tujuan semula. Di sini kita harus bisa menentukan hal – hal negatif atau penyimpangan apa saja yang bisa menghambat tujuan, kemudian kita harus memperbaiki kesalahan tersebut dan membantu memastikan kalau rencana sudah diselesaikan. Walaupun perencanaan lebih awal daripada controlling, namun perencanaan tersebut tidak bisa dihasilkan dengan sendirinya. Perencanaan merupakan pedoman bagi manajer dalam mencapai tujuan. Kemudian pelaksanaan rencana itu harus dikaji apakah sesuai dengan rencana semula atau tidak.
Menurut para ahli tipe dasar kepemimpinan adalah otoriter, demokratis, dan laissez – faire dan dari tiga dasar kepemimpinan ini muncul tiga lagi tipe kepemimpinan yang lain yaitu: tipe instruktif, konsultatif, partisipatif, dan delegatif. Kepemimpinan itu situasional artinya suatu tipe kepemimpinan dapat efektif untuk situasi tertentu dan kurang efektif untuk situasi yang lain. Berdasarkan tipe kepemimpinan tersebut, maka gaya kepemimpinan yang harus diterapkan kepala sekolah tergantung kepada situasi dan kondisi staf yang dipimpinnya seperti pada gambar dibawah:
PARTISIPATIF

INSTRUKTIF

DELEGATIF

KONSULTATIF

KEMAMPUAN STAFF

MOTIVASI STAFF
Selain itu, menurut Mulyono (2008; 153) mengatakan bahwa kepala sekolah harus memiliki kompetensi. Kompetensi yang dimiliki antara lain adalah:
  1. Memiliki landasan dan wawasan pendidikan
  2. Memahami sekolah sebagai system
  3. Memahami manajemen berbasis sekolah
  4. Merencanakan pengembangan sekolah
  5. Mengelola kurikulum, tenaga kependidikan, sarana prasarana, kesiswaan, keuangan, hubungan masyarakat – sekolah, kelembagaan, system informasi sekolah, dan waktu
  6. Memimpin sekolah
  7. Mengembangkan budaya sekolah
  8. Memiliki dan melaksanakan kreativitas, inovasi dan jiwa kewirausahaan
  9. Mengembangkan diri
  10. Menyusun dan melaksanakan regulasi sekolah
  11. Memberdayakan sumber daya sekolah
  12. Melakukan koordinasi/ penyerasian
  13. Mengambil keputusan secara terampil
  14. Melakukan monitoring dan evaluasi
  15. Menyiapkan, melaksanakan, dan menindaklanjuti hasil akreditasi
  16. Membuat laporan akuntabilitas sekolah
  17. Melaksanakan supervisi/ penyeliaan
2. Tugas dan Peranan Kepala Sekolah Dalam Manajemen Sekolah
Seorang kepala sekolah hendaknya memahami betul apa yang menjadi tugas dan perannya disekolah. Jika kepala sekolah mampu memahami tugas dan perannya sebagai seorang kepala sekolah, maka ia akan mudah dalam menjalankan tugasnya, terutama berkenaan dengan manajemen sekolah yang akan dikembangkannya. Bekal kemampuan dalam memahami kompetensi sebagai seorang kepala sekolah ini akan menjadi bekal dalam pelaksanaan kinerja yang harus dilakukannya. Ada banyak kompetensi kepala sekolah yang setidaknya harus sudah dilaksanakan oleh kepala sekolah dalam tugasnya sehari-hari disekolah yang dipimpinnya. Kompetensi yang dimiliki kepala sekolah adalah memahami bahwa sekolah adalah sebagai suatu system yang harus dipimpin, karena kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan. Jadi kepemimpinan kepala sekolah harus menunjuk kepada suatu proses kegiatan dalam hal memimpin, membimbing, mengontrol perilaku, perasaan serta tingkah laku terhadap orang lain yang ada dibawah pengawasannya.
Berdasarkan kebijakan pendidikan nasional (Depdiknas, 2006), terdapat tujuh peran kepala sekolah yaitu educator (pendidik), manajer, administrator, supervisor, leader (pemimpin), pencipta iklim kerja, dan wirausahawan.
1.      Kepala sekolah sebagai educator (pendidik)
Pendidik adalah orang yang mendidik, sedangkan mendidik diartikan memberikan latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran sehingga pendidikan dapat diartikan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. Sebagai seorang pendidik kepala sekolah harus mampu menanamkan, memajukan dan meningkatkan empat macam nilai, yaitu:
  • Mental, hal-hal yang berkaitan dengan sikap batin dan watak manusia.
  • Moral, hal-hal yang berkaitan dengan ajaran baik buruk mengenai perbuatan, sikap dan kewajiban atau moral.
  • Fisik, hal-hal yang berkaitan dengan kondisi jasmani atau badan, kesehatan dan penampilan manusia secara lahiriah.
  • Artistik, hal-hal yang berkaitan kepekaan manusia terhadap seni dan keindahan.
Maka hal yang perlu diperhatikan oleh seorang kepala sekolah sebagai pendidik mencakup dua hal pokok yaitu sasaran atau kepada siapa perilaku sebagai pendidik itu diarahkan dan bagaimana peranan sebagai pendidik itu dilaksanakan. Oleh karena itu ada tiga yang menjadi sasaran utamanya yaitu para guru atau tenaga fungsional yang lain, tenaga administrative (staf) dan para siswa atau peserta didik. Disamping ketiga sasaran utama pelaksanaan peranan kepala sekolah sebagai pendidik, terdapat pula kelompok sasaran lain yang tidak kalah pentingnya yaitu organisasi orang tua siswa, organisasi siswa, dan organisasi para guru. Keberadaan organisasi orang tua siswa lebih banyak diperlukan untuk membantu dan mengatasi keperluan berbagai sumber daya dalam membina kehidupan kepala sekolah, baik berupa dana, sarana, jasa maupun pemikiran-pemikiran juga membantu pelaksanaan pembinaan kesiswaan, khususnya pelaksanaan program-program diluar kurikuler. Organisasi siswa diperlukan dalam usaha memberikan wadah bagi para siswa dalam menumbuhkan dan mengembangkan berbagai minat, bakat, dan kreativitas melalui program-program kokurikuler, maupun diluar kurikuler serta dalam usaha menunjang keberhasilan program kurikuler. Organisasi guru sebenarnya merupakan organisasi profesi, sebab didalam organisasi terhimpun para guru yang mempunyai latar belakang pendidikan yang sama. Sebagai organisasi profesi ada dua hal pokok yang sangat penting menjadi acuan, yaitu sebagai salah satu wadah pembinaan dan pengembangan profesi sesuai dengan bidangnya.
2.      Kepala sekolah sebagai manajer
Seorang manajer atau kepala sekolah hakikatnya adalah seorang perencana, organisator, pemimpin, dan seorang pengendali. Menurut Stoner ada delapan macam fungsi seorang manajer yang perlu dilaksanakan dalam suatu organsisi dan merupakan fungsi kepala sekolah juga yaitu:
  • Kepala sekolah bekerja dengan dan melalui orang lain (work with and through other people).
  • Kepala sekolah bertanggung jawab dan mempertanggungjawabkan (responsible and accountable).
  • Dengan waktu dan sumber yang terbatas seorang Kepala sekolah harus mampu menghadapi berbagai persoalan (managers balance competing goals and set priorities).
  • Kepala sekolah harus berpikir secara analistik dan konsepsional (must think analytically and conceptionally).
  • Kepala sekolah sebagai juru penengah (mediators).
  • Kepala sekolah sebagai politisi (politicians)
  • Kepala sekolah adalah seorang diplomat.
  • Kepala sekolah berfungsi sebagai pengmbil keputusan yang sulit (make difficult decisions).
Sedangkan menurut Longenecker cs berpendapat bahwa berdasarkan hasil analisis kegiatan manajerial, mengidentifikasi adanya landasan utama fungsi-fungsi manajemen, yaitu:
  • Planning and decision making;
  • Organizing for effective performance;
  • Leading and motivating;
  • Controlling performance.
3.      Kepala sekolah sebagai pemimpin
Kata “memimpin” memberikan arti memberikan bimbingan, menuntun, mengarahkan dan berjalan didepan (precede). Pemimpin berperilaku untuk membantu organisasi dengan kemampuan maksimal dalam mencapai tujuan. Kepemimpinan adalah satu kekuatan penting dalam rangka pengelolaan, oleh sebab itu kemampuan memimpin secara efektif merupakan kunci untuk menjadi seorang manajer yang efektif. Esensi kepemimpinan adalah kepengikutan (followership), kemauan orang lain atau bawahan untuk mengikuti keinginan pemimpin. Maka dengan kata lain pemimpin tidak akan terbentuk tanpa bawahan.
Menurut Koontz kepala sekolah sebagai pemimpin harus mampu:
-  Mendorong timbulnya kemauan yang kuat dengan penuh semangat dan percaya diri para guru, staf dan siswa dalam melaksanakan tugas masing-masing.
- Memberikan bimbingan dan mengarahkan para guru, staf dan para siswa serta memberikan dorongan memacu dan berdiri didepan demi kemajuan dan memberikan inspirasi sekolah dalam mencapai tujuan.
Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin menurut H.G.Hicks dan C.R. Gullet mengatakan bahwa fungsi kepala sekolah sebagai pemimpin adalah 1. Harus memberikan perlakuan yang sama terhadap orang-orang yang menjadi bawahannya yang dapat menciptakan semangat kebersamaan diantara guru, staf dan para siswa; 2. Selalu memberikan sugesti kepada guru, staff dan siswa agar terpelihara semangat , rela berkorban, rasa kebersamaan dalam melaksanakan tugas masing-masing; 3. Kepala sekolah bertanggung jawab untuk memenuhi atau menyediakan dukungan yang diperlukan oleh para guru, staff, dan siswa baik berupa dana, peralatan, waktu, dan bahkan suasana yang mendukung; 4. Berperan sebagai katalisator, dalam arti mampu menimbulkan dan menggerakkan semangat baru guru, staf dan siswa dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan; 5. Dapat menciptakan rasa aman didalam lingkungan sekolah agar guru, staf dan siswa dalam melaksanakan tugasnya merasa aman; 6. Menjadi teladan dalam hal sikap dan penampilan; 7. Selalu memberikan penghargaan terhadap guru, staf dan siswa yang berprestasi.
4.      Kepala sekolah sebagai administrator
Menurut Gorton (Sagala, 2009) bagi kepala sekolah ada tiga alasan penting untuk mengetahui prinsip-prinsip dalam memberikan pelayanan pendidikan yaitu kepala sekolah dapat mengembangkan rencana yang belum memiliki pola organisasi, mengevaluasi dan memperbaiki struktur organisasi, dan membuat rekomendasi dan mengevaluasi rencana struktur yang diusulkan. Semua prinsip dan program pelayanan diorganisasikan sehingga semua aktivitas dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien dengan tujuan akhir membantu mencapai tujuan sekolah. Sebagai administrator juga kepala sekolah hendaknya dapat mengalokasikan anggaran yang memadai bagi upaya peningkatan kompetensi guru yaitu dengan menghargai setiap guru yang berprestasi.
5.      Kepala sekolah sebagai supervisor
Secara specifik program supervise menurut Sestina (sagala 2009) meliputi: membantu guru secara individual dan secara kelompok dalam memecahkan masalah pengajaran; mengkoordinasikan seluruh usaha pengajaran menjadi perilaku edukatif yang terintegrasi dengan baik; menyelenggarakan program latihan berkesinambungan bagi guru-guru; mengusahakan alat-alat yang bermutu dan mencukupi bagi pembelajaran; membangkitkan dan memotivasi kegairahan guru yang kuat untuk mencapai prestasi kerja yang maksimal; membangun hubungan yang baik dan kerjasama antara sekolah, lembaga social dan instansi terkait serta masyarakat.
Jadi untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan pembelajaran, secara berkala kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi, yang dapat dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati proses pembelajaran secara langsung, terutama dalam pemilihan dan penggunaan metode, media yang digunakan dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran (E. Mulyasa, 2004). Dari hasil supervisi ini, dapat diketahui kelemahan sekaligus keunggulan guru dalam melaksanakan pembelajaran, tingkat penguasaan kompetensi guru yang bersangkutan, selanjutnya diupayakan solusi, pembinaan dan tindak lanjut tertentu sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang ada sekaligus mempertahankan keunggulannya dalam melaksanakan pembelajaran.
6.      Kepala sekolah sebagai pencipta iklim kerja
Budaya dan iklim kerja yang kondusif akan memungkinkan setiap guru lebih termotivasi untuk menunjukkan kinerjanya secara unggul, yang disertai usaha untuk meningkatkan kompetensinya. Oleh karena itu, dalam upaya menciptakan budaya dan iklim kerja yang kondusif, kepala sekolah hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut : (1) para guru akan bekerja lebih giat apabila kegiatan yang dilakukannya menarik dan menyenangkan, (2) tujuan kegiatan perlu disusun dengan dengan jelas dan diinformasikan kepada para guru sehingga mereka mengetahui tujuan dia bekerja, para guru juga dapat dilibatkan dalam penyusunan tujuan tersebut, (3) para guru harus selalu diberitahu tentang dari setiap pekerjaannya, (4) pemberian hadiah lebih baik dari hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan, (5) usahakan untuk memenuhi kebutuhan sosio-psiko-fisik guru, sehingga memperoleh kepuasan (modifikasi dari pemikiran E. Mulayasa tentang Kepala Sekolah sebagai Motivator, E. Mulyasa, 2003).
7.       Kepala sekolah sebagai wirausahaan
Dalam menerapkan prinsip-prinsip kewirausaan dihubungkan dengan peningkatan kompetensi guru, maka kepala sekolah seyogyanya dapat menciptakan pembaharuan, keunggulan komparatif, serta memanfaatkan berbagai peluang. Kepala sekolah dengan sikap kewirauhasaan yang kuat akan berani melakukan perubahan-perubahan yang inovatif di sekolahnya, termasuk perubahan dalam hal-hal yang berhubungan dengan proses pembelajaran siswa beserta kompetensi gurunya.
Dampak dari tugas dan peran kepala sekolah yang juga harus dipahami dipahami adalah kepala sekolah harus mampu melihat kinerjanya dalam memahami dan menghayati Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan melaksanakannya secara tepat, serta memahami lingkungan sekolah sebagai bagian dari system sekolah yang bersifat terbuka.
Tugas dan peran kepala sekolah lainnya menurut Glickman, Stephen, and Jovita (Glatthorn, 2006: 232) yaitu berhubungan dengan guru yaitu membantu mengembangkan kompetensi guru. Ada empat cara membantu guru untuk meningkatkan kompetensinya yaitu; menawarkan bantuan secara langsung, memberikan service pendidikan, bekerja dengan guru dalam mengembangkan curriculum, dan membantu guru dalam melakukan penelitian tindakan kelas.
Selain itu kepala sekolah berperan dalam hal pengambilan keputusan yang berkenaan dengan pengembangan sekolah. Ada tujuh langkah yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin dalam hal pengambilan keputusan, yaitu;
Langkah1: Mengenali, mendefinisikan, dan membatasi kebutuhan
Langkah2: Menganalisis dan mengevaluasi kebutuhan
Langkah3: Menentukan kriteria perencanaan untuk memenuhi kebutuhan
Langkah4: Pengumpulan data yang akan membantu dalam menentukan bagaimana caranya memenuhi kebutuhan
Langkah5: Merumuskan, memilih, dan menguji satu atau lebih cara untuk memenuhi kebutuhan
Langkah6: Menempatkan beroperasi setidaknya satu pilihan cara untuk memenuhi kebutuhan
Langkah7: Mengevaluasi keefektifan dari satu atau lebih cara untuk memenuhi kebutuhan.
Dalam pelaksanaan tugas dan peranan kepemimpinan kepala sekolah berhasil dipengaruhi oleh kepribadian yang kuat, memahami tujuan pendidikan dengan baik, wawasan luas, dan keterampilan professional terkait dengan tugasnya sebagai kepala sekolah.
C.    Kesimpulan dan Saran
  1. Kesimpulan
    • Manajemen yang berkenaan dengan pemberdayaan sekolah merupakan alternatif yang paling tepat dalam mewujudkan sekolah yang mandiri dan memiliki keunggulan tinggi, karena memberikan otonomi yang lebih luas dalam memecahkan masalah di sekolah.
    • Manajemen dapat berlangsung dengan baik jika disusun secara sistematik dengan dimulai sebuah planning (perencanaan), organizing (pengaturan), staffing (susunan kepegawaian), leading (memimpin), controlling (pengontrolan).
    • Pemimpin yang baik memiliki beberapa ciri – ciri, diantaranya adalah harus berempati, harus surgent, kepemimpinannya diakui oleh anggota group, mau membantu orang – orang yang dipimpinnya, harus dapat mengontrol emosinya, harus cerdas, bertanggung jawab dan kepala sekolah harus memiliki kompetensi.
    • Seorang pemimpin yang baik harus mengetahui tugas dan peranannya sebagai pemimpin yaitu educator, manajer, pemimpin, administrator, supervisor, pencipta iklim kerja, dan wirausahaan.
    • Focus tugas dan peranan kepala sekolah dalam meningkatkan pendidikan adalah guru.
    • Dalam hal pengambilan keputusan seorang pemimpin harus menyusun terlebih dahulu langkah – langkah pengambilan keputusannya.
2. Saran
Agar dapat menjadi pemimpin yang baik, maka seorang pemimpin harus tahu apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya juga dapat menjadi teladan bagi orang – orang yang dipimpinnya, serta memiliki karakter yang tenang ketika menghadapi masalah. Kepala sekolah juga harus memiliki kompetensi sebagai kepala sekolah yang professional.


CUT NYAK DHIEN


CUT NYAK DHIEN

Cut Nyak Dhien (ejaan lama: Tjoet Nja' DhienLampadangKerajaan Aceh1848 –SumedangJawa Barat6 November 1908; dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia dari Aceh yang berjuang melawan Belanda pada masa Perang Aceh. Setelah wilayah VI Mukim diserang, ia mengungsi, sementara suaminya Ibrahim Lamnga bertempur melawan Belanda. Ibrahim Lamnga tewas di Gle Tarum pada tanggal 29 Juni 1878 yang menyebabkan Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah hendak menghancurkan Belanda.
Teuku Umar, salah satu tokoh yang melawan Belanda, melamar Cut Nyak Dhien. Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolak, tetapi karena Teuku Umar memperbolehkannya ikut serta dalam medan perang, Cut Nyak Dhien setuju untuk menikah dengannya pada tahun1880. Mereka dikaruniai anak yang diberi nama Cut Gambang.[1] Setelah pernikahannya dengan Teuku Umar, ia bersama Teuku Umar bertempur bersama melawan Belanda. Namun, Teuku Umar gugur saat menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899, sehingga ia berjuang sendirian di pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya. Cut Nyak Dien saat itu sudah tua dan memiliki penyakit encok dan rabun, sehingga satu pasukannya yang bernama Pang Laot melaporkan keberadaannya karena iba.[2][3] Ia akhirnya ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh. Di sana ia dirawat dan penyakitnya mulai sembuh. Namun, keberadaannya menambah semangat perlawanan rakyat Aceh. Ia juga masih berhubungan dengan pejuang Aceh yang belum tertangkap. Akibatnya, Dhien dibuang ke Sumedang. Tjoet Nyak Dhien meninggal pada tanggal 6 November 1908 dan dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang.

Kehidupan awal
Cut Nyak Dhien dilahirkan dari keluarga bangsawan yang taat beragama di Aceh Besar, wilayah VI Mukim pada tahun 1848. Ayahnya bernama Teuku Nanta Setia, seorang uleebalang VI Mukim, yang juga merupakan keturunan Machmoed Sati, perantau dari Sumatera Barat. Machmoed Sati mungkin datang ke Aceh pada abad ke 18 ketika kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Jamalul Badrul Munir. Oleh sebab itu, Ayah dari Cut Nyak Dhien merupakan keturunan Minangkabau[2][4]. Ibu Cut Nyak Dhien adalah putri uleebalang Lampagar.
Pada masa kecilnya, Cut Nyak Dhien adalah anak yang cantik.[2] Ia memperoleh pendidikan pada bidang agama (yang dididik oleh orang tua ataupun guru agama) dan rumah tangga (memasak, melayani suami, dan yang menyangkut kehidupan sehari-hari yang dididik baik oleh orang tuanya). Banyak laki-laki yang suka pada Cut Nyak Dhien dan berusaha melamarnya. Pada usia 12 tahun, ia sudah dinikahkan oleh orangtuanya pada tahun 1862 dengan Teuku Cek Ibrahim Lamnga[2][4], putra dari uleebalang Lamnga XIII. Mereka memiliki satu anak laki-laki.

Perlawanan saat Perang Aceh
Pada tanggal 26 Maret 1873Belanda menyatakan perang kepada Aceh, dan mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Acehdari kapal perang Citadel van AntwerpenPerang Aceh pun meletus. Pada perang pertama (1873-1874), Aceh yang dipimpin olehPanglima Polim dan Sultan Machmud Syah bertempur melawan Belanda yang dipimpin Johan Harmen Rudolf Köhler. Saat itu, Belanda mengirim 3.198 prajurit. Lalu, pada tanggal 8 April 1873Belanda mendarat di Pantai Ceureumen di bawah pimpinan Köhler, dan langsung bisa menguasai Masjid Raya Baiturrahman dan membakarnya. Cut Nyak Dhien yang melihat hal ini berteriak:
Lihatlah wahai orang-orang Aceh!! Tempat ibadat kita dirusak!! Mereka telah mencorengkan nama Allah! Sampai kapan kita begini? Sampai kapan kita akan menjadi budak Belanda?[2]
Kesultanan Aceh dapat memenangkan perang pertama. Ibrahim Lamnga yang bertarung di garis depan kembali dengan sorak kemenangan, sementara Köhler tewas tertembak pada April 1873.
Pada tahun 1874-1880, di bawah pimpinan Jenderal Jan van Swieten, daerah VI Mukim dapat diduduki Belanda pada tahun 1873, sedangkan Keraton Sultan jatuh pada tahun 1874. Cut Nyak Dhien dan bayinya akhirnya mengungsi bersama ibu-ibu dan rombongan lainnya pada tanggal 24 Desember 1875. Suaminya selanjutnya bertempur untuk merebut kembali daerah VI Mukim.
Ketika Ibrahim Lamnga bertempur di Gle Tarum, ia tewas pada tanggal 29 Juni 1878. Hal ini membuat Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah akan menghancurkan Belanda.[2]
Teuku Umar, tokoh pejuang Aceh, melamar Cut Nyak Dhien. Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolak. Namun, karena Teuku Umar mempersilakannya untuk ikut bertempur dalam medan perang, Cut Nyak Dien akhirnya menerimanya dan menikah lagi dengan Teuku Umar pada tahun 1880. Hal ini membuat meningkatnya moral semangat perjuangan Aceh melawanKaphe Ulanda (Belanda Kafir). Nantinya, Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar memiliki anak yang diberi nama Cut Gambang.
Teuku Umar, suami kedua Cut Nyak Dhien.
Perang dilanjutkan secara gerilya dan dikobarkan perang fi'sabilillah. Sekitar tahun 1875, Teuku Umar melakukan gerakan dengan mendekati Belanda dan hubungannya dengan orangBelanda semakin kuat. Pada tanggal 30 September 1893, Teuku Umar dan pasukannya yang berjumlah 250 orang pergi ke Kutaraja dan "menyerahkan diri" kepada Belanda. Belanda sangat senang karena musuh yang berbahaya mau membantu mereka, sehingga mereka memberikan Teuku Umar gelar Teuku Umar Johan Pahlawan dan menjadikannya komandan unit pasukan Belanda dengan kekuasaan penuh. Teuku Umar merahasiakan rencana untuk menipu Belanda, meskipun ia dituduh sebagai penghianat oleh orang Aceh. Bahkan, Cut Nyak Meutia datang menemui Cut Nyak Dhien dan memakinya.[1][2] Cut Nyak Dien berusaha menasehatinya untuk kembali melawan Belanda. Namun, Teuku Umar masih terus berhubungan dengan Belanda. Umar lalu mencoba untuk mempelajari taktik Belanda, sementara pelan-pelan mengganti sebanyak mungkin orang Belanda di unit yang ia kuasai. Ketika jumlah orang Aceh pada pasukan tersebut cukup, Teuku Umar melakukan rencana palsu pada orang Belanda dan mengklaim bahwa ia ingin menyerang basis Aceh.[1]
Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien pergi dengan semua pasukan dan perlengkapan berat, senjata, dan amunisi Belanda, lalu tidak pernah kembali. Penghianatan ini disebut Het verraad van Teukoe Oemar (pengkhianatan Teuku Umar).
Teuku Umar yang mengkhianati Belanda menyebabkan Belanda marah dan melancarkan operasi besar-besaran untuk menangkap baik Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar.[1][2] Namun, gerilyawan kini dilengkapi perlengkapan dari Belanda. Mereka mulai menyerang Belanda sementara Jend. Van Swieten diganti. Penggantinya, Jend. Jakobus Ludovicius Hubertus Pel, dengan cepat terbunuh dan pasukan Belanda berada pada kekacauan.[1] Belanda lalu mencabut gelar Teuku Umar dan membakar rumahnya, dan juga mengejar keberadaannya.[2]
Dien dan Umar terus menekan Belanda, lalu menyerang Banda Aceh (Kutaraja) dan Meulaboh (bekas basis Teuku Umar), sehingga Belanda terus-terusan mengganti jendral yang bertugas.[1] Unit "Maréchaussée" lalu dikirim ke Aceh. Mereka dianggap biadab dan sangat sulit ditaklukan oleh orang Aceh. Selain itu, kebanyakan pasukan "De Marsose" merupakan orang Tionghoa-Ambon yang menghancurkan semua yang ada di jalannya.[1] Akibat dari hal ini, pasukan Belanda merasa simpati kepada orang Aceh dan Van der Heyden membubarkan unit "De Marsose".[1] Peristiwa ini juga menyebabkan kesuksesan jendral selanjutnya karena banyak orang yang tidak ikut melakukan jihad kehilangan nyawa mereka, dan ketakutan masih tetap ada pada penduduk Aceh.[1]
Jendral Joannes Benedictus van Heutsz memanfaatkan ketakutan ini dan mulai menyewa orang Aceh untuk memata-matai pasukan pemberontak sebagai informan sehingga Belanda menemukan rencana Teuku Umar untuk menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899. Akhirnya, Teuku Umar gugur tertembak peluru. Ketika Cut Gambang, anak Cut Nyak Dhien, menangis karena kematian ayahnya, ia ditampar oleh ibunya yang lalu memeluknya dan berkata:
Sebagai perempuan Aceh, kita tidak boleh menumpahkan air mata pada orang yang sudah syahid[1]
Cut Nyak Dien lalu memimpin perlawanan melawan Belanda di daerah pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya dan mencoba melupakan suaminya. Pasukan ini terus bertempur sampai kehancurannya pada tahun 1901 karena tentara Belanda sudah terbiasa berperang di medan daerah Aceh. Selain itu, Cut Nyak Dien sudah semakin tua. Matanya sudah mulai rabun, dan ia terkena penyakit encok dan juga jumlah pasukannya terus berkurang, serta sulit memperoleh makanan. Hal ini membuat iba para pasukan-pasukannya.[2][3]
Anak buah Cut Nyak Dhien yang bernama Pang Laot melaporkan lokasi markasnya kepada Belanda karena iba.[2][3] Akibatnya, Belanda menyerang markas Cut Nyak Dien di Beutong Le Sageu. Mereka terkejut dan bertempur mati-matian. Dhien berusaha mengambil rencongdan mencoba untuk melawan musuh. Sayangnya, aksi Dhien berhasil dihentikan oleh Belanda.[5][6] Cut Nyak Dhien ditangkap, sementara Cut Gambang berhasil melarikan diri ke hutan dan meneruskan perlawanan yang sudah dilakukan oleh ayah dan ibunya.[1]

Masa tua dan kematian
Setelah ditangkap, Cut Nyak Dhien dibawa ke Banda Aceh dan dirawat di situ. Penyakitnya seperti rabun dan encok berangsur-angsur sembuh. Namun, Cut Nyak Dien akhirnya dibuang ke Sumedang, Jawa Barat, karena ketakutan Belanda bahwa kehadirannya akan menciptakan semangat perlawanan dan juga karena ia terus berhubungan dengan pejuang yang belum tunduk.
Ia dibawa ke Sumedang bersama dengan tahanan politik Aceh lain dan menarik perhatian bupati Suriaatmaja. Selain itu, tahanan laki-laki juga menyatakan perhatian mereka pada Cut Nyak Dhien, tetapi tentara Belanda dilarang mengungkapan identitas tahanan.[1] Ia ditahan bersama ulama bernama Ilyas yang segera menyadari bahwa Cut Nyak Dhien merupakan ahli dalam agama Islam, sehingga ia dijuluki sebagai "Ibu Perbu".[1]
Pada tanggal 6 November 1908, Cut Nyak Dhien meninggal karena usianya yang sudah tua. Makam "Ibu Perbu" baru ditemukan pada tahun 1959 berdasarkan permintaan Gubernur Aceh saat itu, Ali Hasan.[6] "Ibu Perbu" diakui oleh Presiden Soekarno sebagai Pahlawan Nasional Indonesia melalui SK Presiden RI No.106 Tahun 1964 pada tanggal 2 Mei 1964.[1][2]
Makam
Prangko Peringatan 100 Tahun Cut Nyak Dhien
Prangko Peringatan 100 Tahun Cut Nyak Dhien
Menurut penjaga makam, makam Cut Nyak Dhien baru ditemukan pada tahun 1959 berdasarkan permintaan Gubernur Aceh, Ali Hasan. Pencarian dilakukan berdasarkan data yang ditemukan di Belanda.[6] Masyarakat Aceh di Sumedang sering menggelar acara sarasehan. Pada acara tersebut, peserta berziarah ke makam Cut Nyak Dhien dengan jarak sekitar dua kilometer.[6] Menurut pengurus makam, kumpulan masyarakat Aceh di Bandungsering menggelar acara tahunan dan melakukan ziarah setelah hari pertama Lebaran. Selain itu, orang Aceh dari Jakarta melakukan acara Haul setiap bulan November
Makam Cut Nyak Dhien pertama kali dipugar pada 1987 dan dapat terlihat melalui monumen peringatan di dekat pintu masuk yang tertulis tentang peresmian makam yang ditandatangani oleh Gubernur Aceh Ibrahim Hasan pada tanggal 7 Desember 1987. Makam Cut Nyak Dhien dikelilingi pagar besi yang ditanam bersama beton dengan luas 1.500 m2. Di belakang makam terdapat musholla dan di sebelah kiri makam terdapat banyak batu nissan yang dikatakan sebagai makam keluarga ulama H. Sanusi.[6]
Pada batu nissan Cut Nyak Dhien, tertulis riwayat hidupnya, tulisan bahasa ArabSurah At-Taubah dan Al-Fajr, serta hikayat cerita Aceh.
Jumlah peziarah ke makam Cut Nyak Dhien berkurang karena Gerakan Aceh Merdekamelakukan perlawanan di Aceh untuk merdeka dari Republik Indonesia. Selain itu, daerah makam ini sepi akibat sering diawasi oleh aparat.[6]
Kini, makam ini mendapat biaya perawatan dari kotak amal di daerah makam karena pemerintah Sumedang tidak memberikan dana.[6]




Apresiasi
Biografi dalam seni
Poster Film Tjoet Nja' Dhien
Perjuangan Cut Nyak Dien diinterpretasi dalam film drama epos berjudul Tjoet Nja' Dhien pada tahun 1988 yang disutradarai oleh Eros Djarot dan dibintangi Christine Hakim sebagai Tjoet Nja' Dhien, Piet Burnama sebagai Pang Laot, Slamet Rahardjo sebagai Teuku Umar dan juga didukung Rudy Wowor. Film ini memenangkan Piala Citra sebagai film terbaik, dan merupakan film Indonesia pertama yang ditayangkan di Festival Film Cannes (tahun 1989).
Biografinya juga pernah dituangkan dalam bentuk cerita bergambar secara berseri dalam majalah anak-anak Ananda.
Pengabadian
·         Sebuah kapal perang TNI-AL diberi nama KRI Cut Nyak Dhien.
·         Mata uang rupiah yang bernilai sebesar Rp10.000,00 yang dikeluarkan tahun 1998 memuat gambar Cut Nyak Dhien dengan deskripsi Tjoet Njak Dhien.
·         Namanya diabadikan di berbagai kota Indonesia sebagai nama jalan.
·         Masjid Aceh kecil didirikan di dekat makamnya untuk mengenangnya.