Budi pekerti terdiri dari dua kata
yaitu Budi dan Pekerti. Budi yang berarti sadar atau yang menyadarkan atau alat
kesadaran. pekerti berarti kelakuan.
Secara etimologi Jawa budi berarti nalar, pikiran atau watak. sedangkan pekerti
berarti penggawean, watak,
tabiat atau akhlak.
dalam bahasa Sanskerta Budi berasal dari kata Budh, yaitu kata kerja yang berarti sadar, bangun , bangkit (kejiwaan). Budi adalah penyadar, pembangun, pembangkit. budi adalah ide-ide. Pekerti dari akar kata kr yang berati bekerja, berkarya, berlaku, bertindak (keragaan). pekerti adalah tindakan-tindakan.
dalam bahasa Sanskerta Budi berasal dari kata Budh, yaitu kata kerja yang berarti sadar, bangun , bangkit (kejiwaan). Budi adalah penyadar, pembangun, pembangkit. budi adalah ide-ide. Pekerti dari akar kata kr yang berati bekerja, berkarya, berlaku, bertindak (keragaan). pekerti adalah tindakan-tindakan.
Ada juga yang berpendapat bahwa
budi pekerti atau moral dalam pengartian yang terluas adalah pendidikan. dengan
kata lain budi pekerti mempelajari arti diri sendiri (kesadaran diri) dan
penarapan dari arti itu dalam bentuk tindakan. penerapan tindakan berarti
memperoleh pengalaman dunia nyata atau lingkungan hidup yang dangat
berperan dalam pembelajaran budi pekerti.[1]
Membahas tentang budi pekerti yang berada di Indonesia
sebenarnya tidaklah jauh berbeda dengan konsep kepribadian seutuhnya yang
hendak di bangun oleh bangsa Indonesia, hanya berbeda dalam nilai-nilai yang membentuknya. Disini budi pekerti di bentuk dari
nilai-nilai agama Islam.
Adapun prinsip ajaran budi pekerti yang harus dipertahankan bagi setiap pribadi remaja
menurut Al-Qur`an yaitu:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä w öyó¡o ×Pöqs% `ÏiB BQöqs% #Ó|¤tã br&
(#qçRqä3t #Zöyz
öNåk÷]ÏiB
wur Öä!$|¡ÎS `ÏiB >ä!$|¡ÎpS
#Ó|¤tã br&
£`ä3t #Zöyz
£`åk÷]ÏiB
(
wur (#ÿrâÏJù=s? ö/ä3|¡àÿRr&
wur (#rât/$uZs? É=»s)ø9F{$$Î/
(
}§ø©Î/ ãLôew$# ä-qÝ¡àÿø9$#
y÷èt/ Ç`»yJM}$# 4
`tBur
öN©9 ó=çGt y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqçHÍ>»©à9$#
ÇÊÊÈ (الحجرة:١ ١)
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain,
boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula
sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan
itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil
dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah
(panggilan) yang buruk sesudah iman dan
barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.”
(QS Al-Hujaraat: 11)[2]
Dalam pembentukan budi pekerti tidaklah berlangsung secara berangsur-angsur, namun juga
tidak juga sekali jadi, melainkan sesuatu yang berkembang dan mengalami proses. Oleh karena itu proses
pembentukan budi pekerti merupakan sebuah proses yang perlu dikembangkan untuk mewujudkan insan yang
tahu diri terhadap diri sendiri. Proses tersebut bisa dilakukan dengan cara
mendidik, atau dalam kontek pendidikan, bisa pendidikan formal maupun informal.
Budi pekerti disebut harmonis kalau segala aspek yang berkaitan dengan tugas
kemanusiaannya seimbang. Pada segi lain budi pekerti yang harmonis dapat dikenal dengan adanya keseimbangan
antara individu dengan pengaruh lingkungannya.
Budi pekerti hendaknya dibangun berdasarkan atas prinsip-prinsip religius yang luhur yang selalu berkaitan dengan ciri-ciri yang
dikehendaki bagi pribadi insan muslim.
a. Membangun Budi Pekerti Siswa
Mengasuh, membesarkan, mendidik dan membimbing anak
merupakan suatu tugas yang sangat mulia yang tidak terlepas dari berabagai
halangan dan tantangan. Oleh sebab itu orang tua maupun pendidik banyak yang
membekali diri dengan pengetahuan khusus yang bersangkutan dengan agama Islam
untuk menangani hal tersebut.
Dalam mendidik anak dan mengajar bukanlah hal yang mudahm
bukan pekerjaan yang dapat dilakukan secara serampangan dan bukan pula yang
bersifat sampingan. Mendidik anak sama kedudukannya dengan kewajiban dan
kebutuhan pokok yang harus dipenuhi setiap muslim yang mengaku dirinya memeluk
agama Islam.[3]
Perintah mendidik anak dan keluarga langsung datang dari
Allah SWT melalui (QS. At-tahriim: 6)
tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydßqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pkön=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâxÏî ×#yÏ© w tbqÝÁ÷èt ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtur $tB tbrâsD÷sã ÇÏÈ (التحريم : ۶)
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan.” (QS. At-tahriim: 6)[4]
Budi pekerti merupakan aspek sebab hidup atau kepribadian
hidup manusia dalam arti bagaimana sistem norma yang mengatur hubungan manusia
dengan Allah dan hubungan manusia dengan sesamanya itu menjadi sikap hidup dan
kepribadian hidup manusia dalam menjalankan sistem kehidupannya yang dilandasi
oleh akidah yang kokoh.
Disini telah jelas bagaimana pentingnya pendidikan Islam
dan menanamkan keyakinan (Akidah) dan penghayatan yang menetap dan melekat
dalam hati yang berfungsi sebagai pandangan hidup untuk selanjutnya diwujudkan
dan memancar dalam sikap hidup, perkataan dan amal perbuatan dalam segala aspek
kehidupan sehari-hari.
Tidak semua aspek pribadi manusia adalah diwariskan dari
orang tuanya. Hal-hal yang tidak diwariskan meliputi beberapa aspek, baik
materiil pertumbuhan fisik, maupun mental. Dari sifat-sifat genetis yang
dimiliki, individu dapat saja menjadi
orang yang pemurung, periang, pendiam, lamban, ataupun cerdas. Akan tetapi
keadaan fisik dan mental seperti penyakit, kelemahan, kemiskinan, kegagalan
atau kemalasan tidak dapat diwariskan, melainkan diperoleh dari pendidikan.[5]
عن
على ر ض قال : قال رسول الله ص م :اَدِّبُوا اَوْلاَدَكُمْ عَلَى ثَلاَثِ
خِصَلِ.حُبٌّ نَبِيِّكُمْ ,وَحُبُّ اَهْلِ َيْتِهِ , وَقِرَأَتِ القُرْاَنِ ,
فَإِنَّ حَمَلَة القُرْانِ فِى ظلِّ اللهِ , يَوْمَ لاَ ظِلَّ الاَّ ظِلُّهُ مَعَ
أَنْبِيَائِهِ وَاَصْفِيَا ئِهِ (روه الديلمي عن علي)
“diriwayatkan dari Ali ra. Rosulullah SAW
berkata: Didiklah anak-anakmu atas tiga perkara: mencintai Nabi-mu, mencintai
ahli rumahmu, dan membaca Al-Quran, karena sipenghafal Al-Qur`an didalam
naungan Allah SWT pada hari dimana tidak ada naungan selain naungan-Nya beserta
Nab-nabi-Nya dan orang-orang suci-Nya. (HR. Dailami)[6]
Disini sebagai
pendidik atau orang tua diharapkan untuk mengajar dengan penuh kasih sayang dan
cinta kasih. Dengan adanya pendidikan Islam
terutama pelajaran aqidah akhlak kita bisa mengarahkan kepada hal-hal
positif untuk menuju sasaran seorang muslim
yang melakukan kewajibannya kepada Allah SWT.
[2]
Departemen Agama RI, Al qur`an dan terjemah (Bandung: Diponegoro, 2006), hlm.412
[3] Jamaal
Abdur rahman, Tahapan Mendidik Anak (Teladan Rosulullah) Bandung, Irsyad
Baitus Salam, 2005, hlm. 16
[4]
Departemen Agama RI, op.cit, hlm.448
[5] M.
Dalyono, Psikologi Pendidikan, Cet. 2 (Jakarta, Rineka Cipta, 2001),
hlm. 67.
[6] Syayid
Ahmad Al-Hasyim, Muhtarul Ahadits Nabawi, (Indonesia, Maktabatu Dzarul Ihya`. 1948.)
hlm. 9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar