Jumat, 01 Maret 2013
Mendengarkan musik dan al-Wajdu
Mendengarkan musik dan al-Wajdu
Hukum mendengarkan (musik), para ulama berbeda pendapat. Di antara mereka
ada yang memandangnya haram. Ada pula yang membolehkannya. Dalam pembahasan
ini, kami mencoba menganalisa hakekat mendengar musik dan kebolehannya. Kami
memandang bahwa mendengarkan musik adalah mendengarkan suara yang asyik,
mengerti maknanya dan memunculkan irama dalam hati. Kenikmatan yang dialami
adalah dapat dirasakan oleh panca indera, yaitu telingan dan hati. Contohnya
melihat tumbuh-tumbuhan yang hijau dan menimbulkan rasa senang dalam hati.
Allah Swt bersabda, "Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang
dikehendaki-Nya." Ayat ini ditafsirkan sebagai suara yang baik.
Rasulullah Saw berkata kepada Musa al-Asy'ari, "Ia telah diberi
seruling dari keluarga Dawud." Pada hadits lain, Nabi bersabda,
مَا بَعَثَ اللهُ نَبِيًّا إِلَّا وَهُوَ حَسَنُ الصَّوْتِ.
Artinya, "Allah Swt tidak mengutus seorang Nabi melainkan memiliki
suara yag indah."
Mendengarkan suara yang indah adalah dibolehkan dalam kitabullah dan
membacanya, karena mendengarkan suara burung andalib adalah mubah. Apabila
mendengarkan suara yang indah diperbolehkan maka mendengarkan suara yang
berirama juga tidak diharamkan. Betapa tidak, suara-suara nyanyian mempunyai
irama yang bersajak serasi. Dan ini tidak berbeda dengan suara merdu yang
keluar dari tenggorokan manusia, burung atau lainnya.
Dapat diqiaskan dengan suara burung, suara lain yang keluar dari
benda-benda seperti gendang dan rebana. Semuanya itu tidak dikecualikan antara satu
dengan lainnya, selain bila ada dalil yang mengharamkannya. Misalnya suara
seruling yang kadang diperdengarkan untuk mengiringi kebiasaan sebagian orang
minum khamar. Jika sudah jelas bahwa minum khamar dilarang, maka
perkara-perkara yang terkait dengan minum khamar tersebut pun juga dilarang,
sehingga sejak dari awal yang berhubungan dengan larangan tersebut telah
diputus.
Apa yang telah dijelaskan di atas, ditegaskan dalam satu riwayat yang
membolehkannya adalah benar. Diriwayatkan dari sahabat Al-Tugni melalui susunan
bait-bait, dan terdapat dalam kitab shahihain dari Abu Bakar dan Bilal.
Disebutkan bahwa ketika keduanya sampai ke kota Madinah, Bilal menderita sakit.
Setelah demamnya menurun, Bilal bersenandung
أَلَا لَيْتَ شِعْرِي هَلْ أَبِيتَنَّ لَيْلَةً بِوَادٍ وَحَوْلِي إِذْخِرٌ وَجَلِيلُ
وَهَلْ أَرِدَنْ يَوْمًا مِيَاهَ مَجَنَّةٍ وَهَلْ
يَبْدُوَنْ لِي شَامَةٌ وَطَفِيلُ
Artinya;
Betapa ingin aku memiliki rambut, yang
dengannya aku bermalam di satu lembah dan daerah yang ditumbuhi tanaman-tanaman
yang indah mewangi.
Betapa ingin aku pada suatu saat menikmati air di kota Majannah
Dan betapi inginnya aku berada di kota Syâmah dan Thafîl
Abu Bakar al-Shiddiq,
ketika menderita demam, beliau bersyair
كُلُّ
امْرِئٍ مُصَبَّحٌ فِي أَهْلِهِ وَالْمَوْتُ
أَدْنَى مِنْ شِرَاكِ نَعْلِهِ
Setiap orang adalah menjadi penerang dalam keluarganya
Dan kematian lebih dekat kepadanya dari pada tali sandalnya.
Rasulullah Saw,
berkata;
اللَّهُمَّ
إِنَّ الْأَجْرَ أَجْرُ الْآخِرةِْ فَارْحَمْ
الْأَنْصَارَ وَالْمُهَاجِرَةِْ
Ya Allah,
sesungguhnya pada pahala diperuntukkan untuk akhirat
Maka sayangilah orang-orang Anshar dan Muhajirin
Semuanya bait-bait
syait ini terdapat dalam kitab hadits Bukhari Muslim.
Pasal Kedua
Mendengarkan Musik Yang Dapat Menggerakan Hati dan Membangkitkan Perasaan
Allah Swt mempunyai
rahasia mengenai kesesuaian suara-suara yang berirama dengan kecenderungan
jiwa. Suara-suara tersebut bermacam-macam. Kadang memunculkan suara yang
bernada sedih, di lain waktu bernada senang, kadang menangis dan kerap pula
tertawa. Suara-suara itu pula menyebabkan gerakan-gerakan yang aneh dan
menakjubkan pada anggota tubuh.
Janganlah engkau menyangka bahwa gerakan suara tersebut untuk memahami
maknanya saja. Contohnya, dapat disaksikan pada suara-suara binatang, khususnya
unta. Dapat pula disaksikan pada suara bayi yang belum bisa berbicara dan tidak
mengerti. Atau pada suara sinar alat musik yang tidak bisa dipahami. Contoh
secara khusus pada unta. Setiap kali ia berjalan lama di darat dan merasa lelah
akibat memikul beban yang berat, dan mendengar suara di pasar unta, ia pun
menjulurkan lehernya dan mempercepat langkahnya.
Diceritakan oleh Abu Bakar Muhammad bin Dawud al-Dînârî, dikenal dengan
nama Al-Ruqqî, ia berkata "Ketika aku berada di dusun, lalu aku
mendatangi satu suku arab, seorang laki-laki menjemputku, dan mengantarkanku
masuk kemah. Kemudian aku melihat seorang budak laki-laki yang sedang
tergelatak, kakinya terikat. Ada pula beberapa orang laki-laki dan seekor unta
yang telah mati di sekitar rumah. Kulihat seekor unta yang kurus kering
seolah-olah telah keluar nyawanya." Seorang anak laki-laki berkata
kepadaku, "Engkau tamu, dan engkau berhak atas apa yang engkau minta
hingga meringankan bagiku. Sesungguhnya, tamu dihormati dan permintaannya tidak
ditolak. Mungkin ia mau membebaskan ikatan dari kakiku. Ketika makanan
dihidangkan, aku menolak dan berkata; Aku tidak makan sebelum permohonanku
dikabulkan untuk budak ini."
Orang itu berkata, "Sesungguhnya, budak ini telah menghancukan
harta-hartaku."
Aku bertanya, "Apa yang telah ia perbuat?"
Ia menjawab, "Ia memiliki suara yang indah dan aku hidup dari
punggung unta-unta itu."
Kemudian, ia memuatinya dengan barang yang berat-berat dan melagukan
lagu-lagu hingga mencapai jarak tiga mil jauhnya. Kejadianitu berlangsung
selama satu malam karena suaranya yang merdu. Ketika barang-barang
tunggangangnya diturunkan, unta-unta tersebut mati selain unta yang satu ini.
Akan tetapi engkau tamuku, dan aku ingin menghadiahkannya untukmu. Aku ingin
mendengar suaranya.
Keesokan harinya, pagi-pagi ia menyuruhnya untuk melagukan lagu-lagu
terhadap seekor unta yang sedang mengangkut air dari sumur di sana. Ketika ia
mengeraskan suaranya, unta itu kebingungan dan memutus tali-talinya. Aku pun
jatuh tersungkur. Aku tidak mengira akan mendengar suara yang lebih indah dari
itu.
Oleh karena itu, mendengar musik mempunyai pengaruh yang aneh. Barang siapa
yang tidak tergerak oleh musik lagu, maka ia kurang merasakan seni, jauh dari
romantisme rohani.
Burung hinggap di atas kepada Dawud As untuk mendengarkan suaranya. Abu
Sulaiman berkata, "Mendengar musik itu tidak menghasilkan sesuatu di
dalam hati, tapi ia menggerakkan apa yang ada di dalamnya. Sedangkan,
suara-suara ratapan tidak disukai karena ia mengerakkan sesuatu yang tercela,
yaitu menyesali sesuatu yang terlepas." Allah Swt berfirman, "(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu
jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu." Banyak kabar yang berkenaan dengan
ini.
Tidak dilarang mendengarkan musik pada acara pengantin, walimahan, aqiqah
atau acara-acara lainnya, karena dengan musik tersebut dapat menambah rasa
gembira. Oleh karena itu, diperbolehkan bahkan dianjurkan. Hal ini ditegaskan
kebenarannya ketika Rasulullah Saw dari Mekah datang ke kota Madinah, beliau
disambut meriah dengan suara rebana oleh para kaum wanita.
طَلَعَ الْبَدْرُ عَلَيْنَا مِنْ ثَنِيَّاتِ
الْوَدَاعِ
وَجَبَ الشُّكْرُ عَلَيْنَا مَا دَعَا
للهِ دَاعِ
Telah terbit bulan purnama kepada kita
Yang datang dari simpang Tsaniiatil Wada'i
Wajiblah kita bersyukur
Selama masih ada juru da'i
menyeru kepada Allah
Hal ini disebutkan dalam kitab shahih Bukhârî dan Muslim dari Aisyah Ra. Ia
berkata, "Aku melihat Rasulullah Saw menutupi aku dengan selendangnya,
sementara aku memandang kepada orang Habsyah yang bermain di dalam masjid
hingga aku yang merasa jemu."
Dalam sumber yang sama, kitab shahih Bukhari Muslim juga disebutkan dari
Uqail bin Zuhrî, dari Urwah bin 'Aisyah Ra, bahwa Abu Bakar masuk menemuinya,
dan di dalamnya dua orang jariyah yang sedang memukul-mukul rebana, dan Nabi
Saw menutupi badanya dengan bajunya. Maka, Abu Bakar membentak keduanya.
Rasulullah lalu menyingkap wajahnya kembali dan berkata, "Biarkanlah
wahai Abu Bakar, karena sungguh pada hari ini adalah hari raya 'Id."
Dalam hadits lain, sama maknanya dengan hadits-hadits di atas, dimana dua orang
menyanyi dan memukul-mukul beduk.
Semua ini menandakan secara jelas bahwa memainkan musik diperbolehkan. Dan
suara kaum perempuan pun jega diperbolehkan selama tidak dianggap dapat
menimbulkan fitnah.
Ringkasnya, mendengarkan lagu dapat menggerakan hati. Jika dalam hati
terdapat perasaan sedih, lalu engkau mengiringinya dengan suara-suara penyejuk
hati, maka itu diperbolehkan. Karena, seandainya hukumnya haram, maka
menggerakan hati, tidak boleh. Ini mengenai pendengaran orang yang lalai.
Adapun mendengarkan bagi orang-orang yang melatih hatinya untuk mencintai
Allah, dan rindu kepada-Nya adalah mereka yang jika melihat sesuatu maka dia
akan melihat Allah berada di sana. Dan apabila mendengar sesuatu, maka
seakan-akan ia mendengar bahwa itu suara Allah. Dengan itu, pendengaran yang
mereka rasakan adalah dasar kepada cinta, meningkatkan rasa rindu dan
membangkitkan cinta hati. Dari hati, timbul berbagai macam-macam mukasyafat
(tersingkap) dan mulatafat (kecintaan) yang tidak dapat
digambarkan.
Seperti ini dapat diketahui melalui perasaan, dan yang tidak merasakannya
mereka terhalang untuk tidak mengetahuinya.
Dalam bahasa sufi, ini disebut dengan al-Wajdu. Yang bertambah
cintanya kepada Allah dan rindu kepada-Nya, jika tidak menganggapnya sebagai
sesuatu yang fardhu, maka anggaplah ia
sebagai sesuatu yang mubah (boleh). Betapa tidak, karena ini tidak
mengisyaratkan tentang do'a Rasulullah Saw,
اللَّهُمَّ ارْزُقْنِي حُبَّكَ, وَحُبَّ مَنْ يُقَرِّبُنِي إِلَى حُبِّكَ.
Artinya, "Ya Allah, karuniakanlah cinta-Mu kepadaku, dan cinta
orang-orang yang dekat denganku untuk mencintai-Mu."
Ketahuilah, bahwa mendengarkan suara yang merdu dapat menggerakan batin.
sedangkan orang-orang yang sudah kuat imannya dan sempurna keadaannya sehingga
tidak memerlukan penggerak dari luar.
Pasal Ketiga
Pengaruh Mendengar dan Adabnya
Adab adalah mendengarkan dengan baik, tidak bersuara
keras dan bergerak banyak, sebagaimana seseorang yang sedang dalam menempuh
suatu proses, khususnya seorang pemuda di hadapan guru atau syaikhnya. Atau
bagi seorang pemula di hadapan orang yang lebih senior. Seharusnya, ia tetap
menjaga kesucian hati dan dirinya sehingga tidak terganggu dan terdorong untuk
banyak bergerak. Sebagian orang berpendapat tentang kebolehannya.
MENAHAN NAFSU PERUT DAN NAFSU DI BAWAH PERUT
MENAHAN NAFSU PERUT
DAN NAFSU DI BAWAH PERUT
Sumber segala penyakit itu berasal dari nafsu perut. Dari nafsu perut
itulah timbul nafsu bawah perut (kemaluan). Karena nafsu perut itulah Nabi Adam
as dikeluarkan dari surga. Dan akhirnya nafsu perut itu pula yang menyebabkan
seseorang mencari kemewahan dunia sampai ia lupa waktu.
Penjelasan tentang keutamaan lapar dan mencela rasa kenyang
Rasulullah Saw bersabda, “Perjuangkan diri kalian dengan lapar dan haus.
Karena pahalanya seperti pahala orang yang berjuang di jalan Allah. Tidak ada
suatu amal yang lebih disukai oleh Allah selain lapar dan haus.”
Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Nabi Saw telah bersabda, “Tidak diizinkan
masuk kerajaan langit orang yang penuh isi perutnya.”
Abu Sa`id al-Khudri meriwayatkan bahwa Nabi Saw telah bersabda,
“Berpakaianlah, minumlah, dan makanlah sekedarnya saja. Karena hal demikian
termasuk bagian dari sifat kenabian.”
Hasan meriwayatkan bahwa Nabi Saw telah bersabda, “Orang yang paling utama
kedudukannya di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling lama lapar
dan tafakkurnya. Dan orang yang paling dimurkai oleh Allah di antara kalian
adalah tiap orang yang suka tidur, suka makan, dan suka minum.”
Nabi Saw bersabda, “Sungguh, Allah Swt membanggakan orang yang sedikit makannya
di dunia di hadapan para malaikat." Allah berfirman: “Perhatikanlah
hamba-Ku yang Aku uji dengan makanan dan minuman hingga ia tidak menghiraukan
makanan dan minuman. Saksikanlah wahai para malaikat-Ku, tidak ada sesuap
makanan pun yang ia tinggalkan melainkan Aku ganti sesuap makanan tersebut
dengan beberapa derajat di surga.”
Abu Sulaiman berkata: Aku meninggalkan sesuap makanan di waktu makan malam,
niscaya lebih aku sukai daripada menghidupkan malam dengan tahajjud sampai
subuh.
Kami telah menjelaskan bahwa menahan nafsu makan itu menyebabkan hati
menjadi lembut, tapi menghilangkan sifat tamak dan sifat sombong.
Di antara faedah menahan nafsu makan adalah tidak lupa akan musibah dan
orang-orang yang sering mendapat ujian, serta dapat mengurangi segala nafsu.
Dengan menahan nafsu makan, maka ia dapat menguasai nafsu dan godaan syeitan
sehingga ia bisa mengendalikannya. Dengan menahan nafsu makan, maka seseorang
menjadi tahan tidak tidur. Karena itulah sebagian syeikh berkata di awal
perjalanan: Wahai orang-orang yang menginginkan (ridha Allah), janganlah
terlalu banyak makan, lalu jangan terlalu banyak minum, lalu jangan terlalu
banyak tidur, sehingga kalian tidak banyak merugi.
Dengan lapar, maka melaksanakan ibadah menjadi mudah. Tapi barang siapa yang
kekenyangan, maka ia menjadi malas untuk melakukan ibadah. Banyak makan
menyebabkan orang lebih banyak bersiap-siap untuk mencari rejeki dan memasak,
ia menjadi lebih banyak menyisihkan waktu untuk membasuh tangan, dan menjadi
sering bolak-balik masuk ke WC untuk buang air.
As-Sâri menceritakan tentang seorang syeikh: Konon ia menelan tepung yang
enak. Lalu ia ditanya tentang hal demikian. Ia pun menjawab: Sungguh, aku telah
menghitung antara kunyahan sampai ditelan sebanyak tujuh puluh tasbih. Tapi aku
tidak mengunyah roti sejak empat puluh tahun. Orang yang yakin bahwa setiap
jiwa itu permata yang sangat bernilai, maka ia tidak berani melepaskannya.
Di antara faedah lapar adalah kesehatan jiwa dan badan, karena orang yang
sedikit makannya, maka ia jarang sakit.
Di antara faedah lainnya adalah kemampuan untuk mendahulukan kepentingan
orang lain, dan memperoleh keutamannya.
Penjelasan tentang cara riyadhah dalam mengurangi nafsu makan
Setelah makanan menjadi halal seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
maka seseorang mempunyai tiga tugas, yaitu: mengukur porsi makan, mengukur
waktu kecepatannya, dan menentukan jenis makanan.
Tugas yang pertama adalah mengurangi porsi makan. Maka cara yang ditempuh
adalah dengan bertahap. Jika seseorang langsung merubah porsi makan dari yang
banyak kepada yang sedikit, maka wataknya akan menjadi rusak. Jadi, lakukanlah
secara bertahap dengan cara mengukur dirinya masing-masing. Jika ia makan
setiap hari tiga potong roti, maka setiap hari dikurangi sepersepuluh dari sepertiganya
sepotong roti, dan ukuran demikian menjadi suatu bagian dari tiga puluh pada
sepotong roti. Sehingga dalam sebulan, pola makannya menjadi berkurang dari
sepotong roti. Dan dalam dua bulan, pola makannya sudah berkurang dari dua
potong roti. Hal demikian tidak menjadi berat baginya, dengan catatan ia terus
konsisten dengan tahapan porsi makannya. Dan sekarang ia mendapat beberapa
derajat, dan para pecinta kebenaran menjadi puas dengan porsi makan demikian
sesuai dengan tingkat kehidupan dan kadar akal. Itulah yang diisyaratkan oleh
sabda Nabi Saw yang berbunyi, “Manusia mengukur beberapa potongon roti yang
layak dengan hatinya.”
Derajat yang kedua: menolak nafsu dengan cara riyadhah, baik malam maupun
siang, sampai setengah mud atau sepotong roti, dan membubuhi sedikit manisan
dari empat bagian roti tersebut. Cara demikian hampir sama dengan kebiasaan
Umar ra, karena ia hanya makan sebanyak tujuh suapan atau sembilan suapan.
Derajat yang ketiga: menolak nafsu dengan cara riyadhah sampai pada ukuran
satu mud, yaitu dua potong roti ditambah setengah potong roti. Ukuran ini
melebihi sepertiga perut.
Derajat yang keempat: lebih dari satu mud ditambah dengan manis-manisan.
Ukuran ini sudah cukup banyak, dan selebihnya termasuk boros yang hampir masuk
dalam kriteria dari firman Allah Swt: “Makan dan minumlah, dan janganlah
berlebih-lebihan.”
Ada juga cara yang lain, yaitu dengan membuka telapak tangan setelah lapar
dan menahannya sebelum kenyang. Akan tetapi cara ini berbahaya, karena bisa
saja orang yang melakukannya tidak nampak betul-betul lapar. Kadang dikatakan:
Lapar yang sesungguhnya tidaklah mencari-cari lauk pauk. Dan dikatakan juga:
Tidak perlu membedakan antara satu roti dengan roti lainnya.
Namun hal itu berbeda antara masing-masing individu. Tidak bisa ukurannya
ditentukan secara baku, akan tetapi setiap orang hendaknya melihat hak makannya
masing-masing.
Sahal berkata: Seandainya dunia ini darah, niscaya makanan pokok orang
mukmin dari dunia tersebut menjadi halal, niscaya orang mukmin hanya makan
ketika lapar saja, dan cukup hanya untuk membangun kekuatan dalam beribadah.
Tugas yang kedua adalah tentang waktu makan. Di antara orang-orang yang
menginginkan ridha Allah adalah orang yang mengembalikan riyadhah pada
substansinya, bukan pada ukuran makannya. Ada yang tidak makan selama tiga
hari. Dan ada juga yang tidak makan lebih dari tiga puluh atau empat puluh
hari. Di antara para tokohnya adalah Sulaiman al-Khawwash, Sahal bin Abdullah,
dan Ibrahim al-Khawwash.
Telah diriwayatkan bahwa seorang ulama berkata: Barang siapa yang tidak
makan selama empat puluh hari, maka sebagian rahasia ketuhanan akan tersingkap
untuknya.
Salah seorang ulama sufi pernah bertemu seorang pendeta. Lalu sufi tersebut
menceritakan pada pendeta tersebut tentang perihal dirinya. Dan ia ingin
pendeta tersebut masuk Islam. Lalu pendeta itu berkata padanya: Sesungguhnya,
al-Masih tidak makan selama empat puluh hari. Dan hal yang demikian itu
termasuk mukjizat yang hanya diberikan pada seorang nabi yang benar. Sufi itu
pun berkata: Jika aku tidak makan selama lima puluh hari, maka apakah engkau
mau meninggalkan agamamu dan masuk Islam? Pendeta tersebut menjawab: Iya, aku
akan masuk Islam, jika engkau mampu melakukannya. Lalu sufi itu pun tidak
beranjak dari tempatnya di mana si pendeta bisa melihatnya hingga sufi tersebut
mampu tidak makan selama lima puluh hari. Si pendeta berkata: Aku akan
menambahnya menjadi enam puluh hari. Sang sufi pun melaksanakannya, hingga
membuat si pendeta kagum menyaksikannya. Lalu pendeta itu berkata: Aku tidak
menyangka ada seseorang yang mampu melebihi al-Masih. Jadi kemampuan sufi
itulah yang menyebabkan pendeta masuk Islam. Kemampuan seperti ini sudah masuk
derajat yang tinggi, hanya bisa dicapai oleh orang yang hatinya sudah menerima
cahaya ilahi. Hatinya sibuk dengan musyahadah terhadap hal-hal yang membuatnya
terputus dari watak kemanusiaannya dan kebiasaannya. Ia telah menyempurnakan
jiwanya dalam merasakan kenikmatan lapar, dan ia lupa akan rasa laparnya dan
kebutuhan hidupnya, hingga ia menyantap makanan rohaniyyah dari alam gaib.
Itulah yang diisyaratkan oleh sabda Nabi Saw: “Aku bermalam di sisi Tuhanku.
Dialah yang memberiku makan dan minum.”
Derajat yang kedua: tidak makan selama dua hari sampai tiga hari. Tapi hal
ini masih wajar.
Derajat yang ketiga: mengurangi waktu makan hingga dalam sehari semalam
cuma sekali, dan ini paling sedikit. Abu Sa`id al-Khudri meriwayatkan: Apabila
Nabi Saw makan di waktu pagi hari (sarapan), maka malam harinya beliau tidak
makan. Dan apabila beliau makan di waktu malam, maka besok paginya beliau tidak
makan (sarapan).
Nabi Saw bersabda kepada Aisyah: “Hindarilah sikap berlebih-lebihan,
karena dua kali makan dalam sehari semalam sudah termasuk kategori
berlebih-lebihan.”
Pasal pertama:
penjelasan tentang perselisihan hukum mengurangi makan dan keutamaannya
Lapar yang terpuji adalah lapar yang tidak mengganggu kesibukan dalam
mengingat Allah Swt. Apabila sudah melampaui batas lapar, maka hal demikian
sudah mengganggu, terkecuali terhadap orang yang sudah dikuasai oleh nafsu
makan yang besar, maka sebaiknya ia mengurangi nafsu makannya. Namun jika tidak
demikian, maka sebaiknya-baiknya perkara adalah mengambil jalan tengahnya saja.
Kemudian untuk mengurangi nafsu makan ini, ada dua efek negatif yang mesti
diwaspadai, yaitu: Pertama, bisa jadi ia makan di tempat yang sepi hingga ia
tidak perlu makan lagi ketika berkumpul dengan orang banyak. Hal ini termasuk
syirik khafi (terselubung), dan mungkin saja tipe orang seperti ini
telah dihinggapi sifat munafik. Efek yang kedua, ia pasti mengetahui porsi
makan yang sedikit dan menjaga harga dirinya (`iffah). Ia telah
meninggalkan efek negatif yang ringan, dan melakukan efek negatif yang lebih
besar lagi yaitu kedudukan sosial dan popularitas.
Abu Sulaiman berkata: Apabila engkau berada dalam kondisi bernafsu,
sedangkan engkau tadinya telah melepaskannya, maka nafsu itu sedikit telah
merasuki dirimu, dan jangan serahkan dirimu pada nafsu tersebut sampai ke ujung
pangkalnya sehingga nafsu tersebut menjadi berkurang dalam dirimu, karena
engkau tidak memberikan apa yang disenangi oleh nafsu anda. Jadi, cara demikian
itulah yang bisa menghalangi nafsu datang pada dirimu.
Ja`far ash-Shadiq berkata: Apabila aku berada dalam keadaan bernafsu, maka
aku lihat dulu diriku. Jika nafsu itu muncul pada diriku, maka aku biarkan ia
masuk ke dalam diriku, dan hal ini lebih baik daripada menolaknya. Tapi jika
aku khawatir dengan nafsuku dan aku tidak menyukainya, maka aku menghukum dirku
dengan cara meninggalkan nafsu tersebut sampai aku tidak memiliki nafsu sama
sekali. Inilah cara menghukum diri sendiri akibat nafsu yang timbul padanya.
Orang yang meninggalkan nafsu makan
sehingga menimbulkan riya` dalam dirinya, maka ia seperti orang yang lari dari
bahaya kalajengking, dan minta tolong dengan ular.
Bagian kedua dari bab ini adalah tentang mengurangi nafsu syahwat Ketahuilah bahwa kenikmatan bersetubuh itu telah merasuki
nafsu manusia karena dua faedah: Pertama, untuk merasakan kenikmatannya, maka
mengukurnya dengan kenikmatan di akhirat, karena kenikmatannya lebih dahsyat
daripada kenikmatan fisik selama kenikmatannya masih terasa. Seperti halnya
siksa neraka juga lebih pedih daripada derita fisik.
Faedah yang kedua adalah untuk meneruskan keturunan. Akan tetapi selain
kedua faedah ini ada sesuatu yang dapat merusak agama dan urusan dunia jika
tidak dikontrol dan tidak dilakukan secara wajar.
Ada yang mengatakan bahwa makna firman Allah Swt dalam ayat: “Ya Tuhan
Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami memikulnya."
adalah nafsu seksual.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa makna firman Allah Swt dalam ayat: “Dan
dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita.” adalah ereksi. Sebagian
perawi menyandarkan (sanad) riwayat tersebut sampai kepada Rasulullah Saw.
Nabi Saw pernah bersabda: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari
kejahatan pendengaranku, penglihatanku, hatiku, dan maniku.”
Nabi Saw juga pernah bersabda: “Perempuan itu talinya setan.” Dan
seandainya bukan karena nafsu syahwat, maka tidaklah demikian halnya.
Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa ketika Nabi Musa as sedang duduk di
tempat peraduannya, tiba-tiba iblis datang memakai jubah panjang yang bertutup
kepala dengan penuh warna-warni. Ketika iblis sudah dekat dengannya, ia
meletakkan jubahnya kemudian menghampirinya dan berkata: Semoga keselamatan
tercurah padamu. Lalu Nabi Musa bertanya padanya: Siapa engkau? Iblis menjawab:
Aku iblis. Nabi Musa pun berkata: Semoga Allah tidak memberimu kehidupan. Apa
yang membuatmu datang kemari? Iblis menjawab: Aku datang ke sini untuk
mengucapkan selamat kepadamu atas kedudukanmu yang dianugerahkan oleh Allah
Swt. Lalu Nabi Musa bertanya: Lantas untuk apa jubah yang engkau kenakan itu?
Iblis pun menjawab: Dengan jubah inilah aku mencuri hati manusia. Nabi Musa bertanya
kembali: Lalu apa yang dilakukan manusia, jika ia telah tergoda? Iblis
menjawab: Apabila dirinya sendiri telah membuat kagum dan ia memperbanyak
amalnya serta lupa dengan dosa-dosanya, sedangkan aku memperingatkanmu tiga
hal: Pertama, jangan engkau menyendiri dengan seorang perempuan yang bukan
muhrimmu. Karena ketka seorang laki-laki menyendiri dengan seorang perempuan,
maka aku menemaninya sampai aku bisa menggodanya. Kedua, janganlah engkau
membuat suatu (ikatan) perjanjian dengan Allah terkecuali jika engkau mampu
melaksanakannya. Ketiga, janganlah engkau mengeluarkan sedekah terkecuali
engkau mampu melakukannya. Karena ketika seseorang ingin mengeluarkan sedekah
tapi ia belum melakukannya, maka aku menemaninya sampai aku bisa menghalanginya
untuk mengeluarkan sedekahnya, kemudian ia tidak jadi bersedekah. Lalu iblis
berkata: Aduh celaka, Musa sudah mengetahui rencana tindakanku terhadap seluruh
manusia.
Persoalan tentang orang yang memiliki nafsu berakhir sampai ia merindukan
tempat yang khusus, hingga ia tidak ingin melaksanakan keinginannya kecuali
dari tempat tersebut. Hal seperti itu melebihi sifat kebinatangan, dan sifat
ini tercela, sedangkan perilaku berlebih-lebihan itu selamanya tercela, yaitu
kekalahan nafsu sampai pada suatu batas di mana akal disia-siakan, dan
ketiadaan nafsu secara total sebenarnya juga tercela.
Sebaiknya-baiknya perkara adalah mengambil jalan tengahnya saja. Walaupun
nafsu sudah melampaui batas, maka kurangilah dengan cara mengurangi makan atau
dengan menikah.
Rasulullah Saw bersabda, “Wahai para anak muda, kalian harus mampu
memberi nafkah lahir dan batin. Barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia
berpuasa, karena puasa itu menjadi perisai baginya.”
Penjelasan tentang
hal yang mesti dilakukan dalam menikah atau tidak menikah
Orang yang menghendaki ridha Allah sebaiknya tidak menyibukkan dirinya
dalam memulai perkaranya dengan perkawinan. Karena hal demikian akan menggangu
konsentrasi mengingat Allah Swt, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.
Abu Sulaiman ad-Darani juga pernah berkata: Barangsiapa yang telah kawin,
maka ia akan cenderung kepada dunia. Dan ia berkata: Aku tidak menemukan
seorang yang menghendaki ridha Allah, yang sudah menikah bahwa ia akan tetap
seperti halnya di saat dia belum kawin. Jika engkau mengukur dirimu dengan
Rasulullah Saw, maka engkau sudah salah kaprah. Karena Nabi Saw tidak bisa
disibukkan oleh urusan dunia dan urusan akhirat. Itulah yang diisyaratkan dalam
firman Allah Swt yang berbunyi,
مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا
طَغَى.
Artinya, “Penglihatannya (Muhammad) tidak
berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya.”
Beliau tidaklah disibukkan oleh suatu apa pun dari mengingat Allah. Jadi,
sekalipun engkau telah dikuasai oleh nafsu syahwat, maka sebaiknya engkau
berpuasa, mengurangi makan dan minum, serta mengurangi tidur.
Pada umumnya nafsu itu dapat ditekan dengan cara demikian. Jika nafsu sudah
melampaui batas, menyalahi aturan, dan tidak mampu menjaga mata, maka ia wajib
dengan aturan yang khusus untuk menikah agar ia bisa tenang. Jika ia tidak
menikah, maka orang yang tidak mampu menjaga mata, ia juga tidak mampu menjaga
hati. Apabila ia enggan untuk menikah, maka tidak ada gunanya ia membujang,
bahkan dikhawatirkan ia seperti yang dikatakan oleh Nabi Isa as: “Waspadalah
dengan pandangan mata, karena pandangan itu dapat menumbuhkan nafsu syahwat di
dalam hati, dan ia sudah cukup tergoda.”
Sa`id bin Jubair berkata: Sebenarnya Nabi Dawud tergoda itu hanya karena
pandangan mata.
Nabi Dawud as pernah berpesan pada anaknya: Wahai anakku, jalanlah di
belakang singa, dan jangan berjalan di belakang seorang perempuan.
Nabi Yahya bin Zakaria pernah ditanya: Apa awal permulaan zina? Nabi Yahya
as pun menjawab: Pandangan mata dan berangan–angan. Jika ia betul- betul tidak
dituntut oleh nafsunya di mana ia tidak mampu menguranginya, maka hendaknya ia
tidak menikah.
Telah diriwayatkan bahwa Muhammad bin Sulaiman telah memiliki penghasilan
sebanyak delapan puluh ribu dirham setiap harinya. Kemudian ia mengirim surat
kepada penduduk Basrah dan para ulamanya tentang seorang perempuan yang ingin
dikawininya. Lalu berkumpullah mereka semua menemui Rabi`ah al-`Adawiyah. Isi
suratnya adalah sebagai berikut: Bismillahi ar-Rahman ar-Rahim. Amma ba`du.
Sesungguhnya Allah Swt telah menganugerahiku penghasilan dari dunia sebanyak
delapan puluh dirham setiap harinya. Tiada hari berlalu hingga aku
menyempurnakannya menjadi seratus ribu dirham. Dan aku menjadikan untukmu
seperti itu, dan seperti itu. Mohon surat ini dibalas. Lalu Rabi`ah al-`Adawiyah
menulis surat kepadanya: Bismillahi ar-Rahman ar-Rahim. Amma ba`du.
Sesungguhnya zuhud terhadap dunia itu membuat badan menjadi nyaman. Sedangkan
hasrat untuk mendapatkan dunia itu bisa menyebabkan kesukaran dan kesedihan.
Jadi, apabila suratku ini sudah sampai di tanganmu, maka persiapkanlah bekalmu,
dan persembahkanlah untuk akhiratmu. Jadilah engkau pemberi wasiat pada dirimu
sendiri. Dan jangan menjadikan kaum laki-laki sebagai pemberi wasiatmu, hingga
ia membagi-bagikan harta warisanmu. Berpuasalah selama setahun. Dan jadikanlah
fitrahmu sebagai maut. Adapun diriku, seandainya Allah Swt menganugerahiku
berlipat-lipat dari apa yang Ia anugerahkan untukmu beserta kelipatannya, maka
hal itu tidaklah membuatku gembira sehingga aku lupa untuk mengingat Allah Swt
sedetik pun. Jadi, di sini jelas bahwa tidak ada jalan menuju hal yang membuat
lupa untuk mengingat Allah.
Pasal yang ketiga
Penjelasan tentang orang yang menentang nafsu syahwat
Kemampuan menentang nafsu syahwat termasuk menjaga diri. Demikian itu lebih
utama dan sederajat dengan para pecinta kebenaran. Nabi Saw juga pernah
bersabda: “Barangsiapa yang bergejolak nafsunya, lalu ia menjaga diri, lalu ia
simpan di hati, lalu ia mati, maka ia mati syahid.”
Nabi Saw bersabda:
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ
عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ
Artinya, “Ada
tujuh orang yang dinaungi oleh Allah di hari tidak ada naungan selain
naungan-Nya." Dan salah satu dari mereka adalah laki-laki yang
dipanggil seorang perempuan yang cantik untuk melayaninya. Tapi laki-laki itu
menjawab, "Sungguh, aku takut kepada Allah, Tuhan seluruh alam.”
Telah diriwayatkan bahwa Sulaiman bin Yasar konon
memiliki wajah yang tampan. Lalu ia didatangi oleh seorang perempuan. Lalu
perempuan itu memintanya untuk memenuhi hasratnya, maka ia menolaknya dan ia
lari keluar dari rumahnya meninggalkan perempuan tadi. Sulaiman berkata: Aku
bermimpi bertemu Nabi Yusuf as, dan seakan-akan aku bertanya padanya: Apakah
engkau Nabi Yusuf? Nabi Yusuf menjawab: Betul, aku Yusuf yang menginginkan
wanita, sedangkan engkau Sulaiman tidak menginginkan wanita.” Wallahu a`lam.
CINTA, RINDU, DAN RIDHA
CINTA, RINDU, DAN
RIDHA
Cinta kepada Allah merupakan tujuan akhir. Cinta adalah derajat tertinggi,
sedangkan bentuk yang lainnya seperti rindu dan ridha akan ikut mengiringi jika
cinta sudah tertanam.
Sebagian orang yang dihalangi oleh Allah akan kenikmatan ini, mengingkari
bahwa hal itu bisa dirasakan. Kami akan menjelaskannya dengan beberapa ayat dan
riwayat hadits. Allah Swt berfirman:
وَالَّذِيْنَ آمَنُوْا أَشَدُّوْا حُبًّا للهِ.
Artinya, "Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada
Allah."
Di lain ayat, Allah Swt berfirman: "Allah mencintai mereka dan
mereka pun mencintai-Nya."
Dalam hadits disebutkan:
لَا يُؤْمِنُوْا أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحْبَّ لِأَخِيْهِ كَمَا يُحْبَّ لِنَفْسِهِ.
"Tidak beriman salah seorang
di antara kamu hingga Allah dan Rasul- Nya menjadi orang yang paling dicintai
olehnya daripada keluarganya, hartanya, dan dari manusia seluruhnya."
Dalam hadits yang masyhur disebutkan, bahwa Nabi Ibrahim as berkata kepada
malaikat maut ketika ia mendatanginya untuk mencabut nyawanya: Apakah engkau
pernah melihat Sang Kekasih mematikan kekasihnya? Lalu Allah Swt mewahyukan
kepadanya: "Apakah engkau pernah melihat sebuah cinta yang tidak senang
bertemu kekasihnya? Kemudian Nabi Ibrahim berkata: Wahai Malaikat maut, maka
sekarang cabutlah nyawaku. Rasulullah Saw pernah berdo`a:
اللَّهُمَّ ارْزُقْنِيْ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ أَحَبَّكَ وَحُبَّ ما يُقَرِّبُنِي
إِلَى حُبِّكَ
وَاجْعَلْ حُبَّكَ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنَ الْمَاءِ الْبَارِدِ.
Artinya, "Ya
Allah, anugerahilah aku cinta-Mu dan cinta orang yang mencintai-Mu, serta cinta
yang bisa mendekatkan diriku kepada cinta-Mu. Dan jadikanlah cinta-Mu dalam
diriku melebihi cintaku kepada air segar."
Seorang Arab badui pernah bertanya kepada Rasulullah: Kapan hari kiamat itu
wahai Rasulullah? Beliau bersabda: "Apa yang engkau persiapkan untuk
menghadapinya?" Ia berkata: Aku tidak mempersiapkan diriku untuk
menghadapinya dengan banyak shalat dan berpuasa. Hanya saja aku mencintai Allah
dan Rasul-Nya. Lalu Rasulullah Saw bersabda: "Seseorang itu akan
bersama orang yang ia cintai di hari kiamat nanti." Anas berkata: Aku
tidak pernah melihat kaum muslimin bergembira karena sesuatu sesudah masuk
Islam seperti mereka bergembira karena kabar tersebut.
Abu Bakar ash-Shiddiq ra berkata: Siapa yang merasakan ketulusan cinta
Allah Swt, maka ia akan disibukkan oleh rasa tersebut daripada sibuk mencari
kemewahan dunia, dan hatinya tidak ditempati oleh seluruh manusia."
Penjelasan tentang makna cinta
Cinta adalah kecenderungan watak terhadap cinta itu sendiri karena ia
terasa nikmat. Sedangkan kebencian adalah sebaliknya, yaitu watak yang lari
menjauh karena tidak sesuai. Semakin nikmat, maka rasa cinta semakin mendalam.
Kenikmatan mata terletak pada penglihatan. Kenikmatan telinga terletak pada
pendengaran. Kenikmatan hidung yang mencium bau terletak pada wangi-wangian.
Demikianlah, setiap panca indera sesuai dengan kenikmatan yang dirasakan,
sehingga rasa cinta pun tumbuh.
Nabi Saw bersabda: "Ditanamkan rasa cinta kepadaku tiga hal dari
dunia kalian, yaitu wangi-wangian, wanita, dan ketenangan batinku dijadikan di
dalam shalat." Beliau menjelaskan bahwa di balik sesuatu yang diindera
dengan panca indera terdapat kecintaan dan kenikmatan karena shalat bukanlah
termasuk hal yang dirasakan kenikmatannya dengan panca indera. Jadi, mata batin
itu lebih kuat daripada penglihatan secara lahir, dan hati itu lebih kuat
nalarnya daripada mata. Keindahan makna yang dinalar dengan akal lebih dahsyat
dan sempurna daripada keindahan bentuk secara lahir. Semua kenikmatan hati
tersebut dengan masalah ketuhanan yang dirasakan oleh hati, yang juga bisa
ditangkap oleh panca indera, menjadi lebih sempurna dan sangat mendalam. Hingga
kecenderungan watak yang benar terhadap rasa demikian menjadi lebih kuat. Makna
cinta itu hanya merupakan kecenderungan terhadap kenikmatan yang dirasakan.
Maka tidak ada yang mengingkari kenikmatan tersebut kecuali orang lalai yang
setingkat dengan level binatang. Akibatnya panca inderanya tidak bisa menangkap
dengan baik sama sekali.
Ketahuilah bahwa sesuatu yang dicintai oleh manusia adalah dirinya sendiri.
Karena dirinya merupakan sesuatu yang paling sesuai untuk dirinya sendiri. Ia
mencintai orang yang berbuat baik terhadap dirinya untuk keharmonisan dirinya.
Karena manusia itu hamba perbuatan baik, dan terkadang ia mencintai sesuatu
untuk dirinya sendiri, dikarenakan sesuatu itu indah dan baik dalam dirinya.
Hal demikian merupakan jenis cinta yang paling dalam yang tidak bercampur dengan
sifat keduniawian. Jadi, segala sesuatu yang indah pasti dicintai.
Orang yang terhalang dari cinta akan mengira bahwa keindahan itu adalah
terhadap sesuatu yang diindera. Kami katakan, bahwa sesuatu yang baik nan indah
itu merupakan sesuatu yang sudah sempurna, setidaknya bagi orang yang
menikmatinya, sehingga kami mengetahui penginderaan sesuatu yang tidak diindera
oleh suara dan bentuk pengkhayalan. Semuanya itu dicintai. Jika ada seseorang
yang mengkhayal bahwa hal tersebut tergantung pada penginderaan, maka akhlak
yang baik, ilmu, kemampuan, dan akal, semuanya itu baik dan dicintai. Sedangkan
semuanya itu bukanlah sesuatu yang dapat diindera dengan panca indera secara
lahir, akan tetapi diketahui dengan cahaya mata hati.
Oleh karena itu, mencintai Nabi Saw, para sahabatnya, imam syafi`i dan imam
mazhab lainnya, merupakan suatu hal yang mungkin, walaupun hal itu tidak dapat
diindera dan tidak dapat ditangkap dengan panca indera. Namun, semuanya itu
bisa didengar melalui cerita tentang perangai mereka yang baik. Jadi, jika
sesuatu tidak dapat diindera, maka untuk dapat mengetahuinya digunakan dengan
mata hati. Jika hal ini sudah bisa dipahami, maka tidak ada yang berhak untuk
dicintai selain Allah Swt. Karena Dialah Sang Pencipta dan Yang Menganugerahi
fitrah. Kemudian Dialah Penyebab kekekalan, keabadian, dan kedamaian.
Bagaimanapun, Dialah Zat Yang Berbuat Baik. Dialah Zat Yang Indah, di mana
segala keindahan dan kebaikan terpancar dari wujud-Nya.
Siapa yang mencintai para nabi dan para sahabat serta para imam terkemuka,
maka ia pasti mengikuti perangai yang baik dari mereka. Karena segala kebaikan
berasal dari-Nya dan kembali kepada-Nya. Dialah yang mempunyai keindahan, di
mana segala keindahan terpancar dari-Nya. Engkau telah mengetahui bahwa segala
hal yang indah pada dasarnya akan dicintai. Engkau juga telah mengetahui bahwa
perilaku manusia mungkin akan menjadikannya terhindar dari sifat-sifat terpuji.
Sehingga dikatakan: "Berakhlaklah dengan akhlak Allah." Namun, di
dalam batin manusia terdapat hakikat. Allah Swt menciptakan suatu tabiat di
dalam hati, yang disebut dengan cahaya ilahi, karena Allah Swt berfirman:
"Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima)
agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang
membatu hatinya)?"
Watak inilah yang dapat merasakan indahnya kehadiran Tuhan sesuai dengan
ukuran kematiannya. Apabila keindahan tersebut sudah dicintai, maka tidak ada
wujud yang lebih agung, lebih luhur, lebih mulia, dan lebih sempurna, selain
dari keindahan yang dipinjam dari anugerah-Nya. Seberapa dalam ia merasakan
keindahan tersebut, maka sebesar itulah kenikmatan yang ia rasakan. Dan
seberapa besar kenikmatan yang dirasakan, maka sedalam itulah cintanya.
Pasal pertama
Penjelasan tentang penyebab bertambahnya kenikmatan di akhirat atas
pengetahuan di dunia
Ketahuilah bahwa segala sesuatu yang dinalar itu terbagi pada; sesuatu yang
masuk dalam khayalan seperti bentuk imaginisasi, dan sesuatu yang tidak masuk
dalam khayalan seperti tanda-tanda kebesaran Allah Swt, serta segala sesuatu
yang tidak pasti dan tidak ada bentuk imaginisasinya, seperti ilmu, kemampuan,
dan kehendak. Jika ada orang yang melihat seorang manusia, kemudian ia menutup
matanya, maka ia menemukan bentuk wujudnya hadir di dalam khayalannya.
Seakan-akan ia melihatnya dengan nyata. Akan tetapi, jika ia membuka matanya,
maka ia akan menyadari perbedaan dari kedua kondisi tersebut. Perbedaannya
tidak dikembalikan pada perbedaan antara kedua bentuk wujudnya, akan tetapi
dikembalilkan kepada perbedaan antara yang jelas dan yang tidak jelas. Ia
seperti melihat seseorang pada waktu sebelum sinar matahari memancar terang,
kemudian ia melihatnya di saat matahari terbenam. Kedua waktu tersebut tidak
ada bedanya, hanya saja ada yang lebih jelas dan terang, ada juga yang kurang
jelas. Jika engkau telah mengetahui hal ini, maka ketahuilah bahwa sunnatullah
itu berlaku, di mana selama jiwa tertutup oleh sifat-sifat yang tercela maka ia
tidak dapat menyaksikan (musyadahah) makna-makna di balik alam nyata.
Tapi sifat-sifat tersebut dimiliki oleh jiwa, seperti halnya kelopak mata.
Semakin berkurang sifat-sifat tercela tersebut di jiwa, maka akan bertambah
jelas dan terang alam hakikat, serta semakin nikmat dan dalam cintanya.
Faktor pendorong untuk mencintai
Allah
Orang yang paling bahagia di akhirat, adalah yang paling kuat kecintaannya
kepada Allah Swt. Karena sebenarnya akhirat itu adalah proses menemui Tuhan,
maka alangkah dahsyatnya kenikmatan pencinta, menghadap ke hadirat-Nya setelah
sekian lama menahan perasaan rindu yang dalam. Ia dapat melihatnya tanpa ada
satupun makhluk yang menghalangi dan mengganggunya.
Ada dua sebab yang dapat menambah perasaan cinta: Pertama, Mengosongkan
hati dari selain Allah, karena seperti wajan ketika ia menjadi kosong maka
semakin luas ruang yang dapat digunakan.
Pengosongan diri dari selain Zat yang maha kekal akan menyebabkan kepada
kekuatan cinta kepada-Nya. Seperti disinyalir di dalam Al-Quran: "Katakanlah:
"Allah ( yang menurunkannya )". Kemudian (sesudah kamu menyampaikan
Al Quran kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam
kesesatannya."
Kedua: Mengtahui dan mengenal Tuhan.
Yang pertama kita kiaskan kepada menyingkirkan duri dan rumput dari atas tanah.
Sedangkan yang kedua seperti menabur
bibit di atas bumi; agar tumbuh dan lahir darinya pohon makrifah
(mengetahui Tuhan), yaitu kata-kata yang baik (kalimah thoyyibah)
sebagaimana Allah berfirman dalam Al Quran: "Perumpamaan kalimat yang
baik seperti pohon yang kuat dan subur, akarnya teguh dan cabangnya ( menjulang
) ke langit."
Pasal Kedua
Tentang dalamnya kerinduan kepada yang Dicintai
Jika telah terpatri perasaan cinta, maka akan murnilah kerinduan kepada
Yang Dicintai, sebagaimana yang diterangkan di dalam hadis-hadis Rasulullah. Telah
diriwayatkan bahwa Abu Darda pernah berkata kepada Ka'ab: Kabarkanlah kepadaku
ayat yang paling istimewa di dalam kitab Taurat. Ka'ab memenuhi permintaannya,
lalu berkata: Allah telah berfirman, "Betapa dahsyatnya kerinduan
orang-orang soleh yang hendak menemui-Ku, sehingga Aku pun akan menemui mereka
dengan perasaan yang melebihi kerinduan mereka. Telah tercatat di dalam
cintanya: Barang siapa mencari-Ku, pasti akan menemui Ku. Dan barang siapa
menginginkan selain Aku, niscaya tidak akan menemui-Ku. Maka berkata Abu Darda:
Saya bersaksi, bahwasanya saya telah mendengar Rasulullah Saw bersabda
demikian.
Dan dalam riwayat yang dari Nabi Dawud,: Allah berfirman:" Wahai Daud,
beritahukanlah kepada penduduk bumi bahwa aku adalah kekasih bagi siapa saja
yang mencintai-Ku, menjadi karib bagi orang yang mendekat kepada-Ku, mengingat
siapa saja yang mengingat-Ku. Dan menjadi Teman bagi orang yang mengakrabkan
dirinya dengan-Ku. Aku akan memilih siapa saja yang memilih-ku, dan akan
mematuhi siapa saja yang mematuhi-Ku. Barang siapa mencintai-Ku, sementara ia
mengetahui dengan keyakinan di hatinya, kecuali akan Aku terima cintanya.
Barang siapa yang benar-benar mencari-Ku, pastilah akan menemui-Ku. Dan barang
siapa mengharapkan selain Aku, pasti tidak akan menemukan-Ku. Maka wahai
penghuni bumi ketahuilah dan sadarilah akan kesesatan. Marilah menggapai
kemulian-Ku. Cepatlah bergegas kepada-Ku, Aku pun akan bergegas kepadamu dan
akan bersegera mencintaimu. Sesungguhnya Aku telah menciptakan kesucian para
kekasih-Ku dari kesucian Ibrahim, Musa, Yahya, dan kekasih-Ku Muhammad
Saw. Sesungguhnya Aku telah menciptakan
hati para pencinta, dan kenikmatan bagi mereka dengan izin-Ku.
Diriwiyatkan dari sebagaian ulama salaf: Sesungguhnya Allah telah
mewahyukan kepada sebagian orang-orang yang terpercaya: Bahwa ada di antara hamba-hamba- Ku yang
mencintai Aku dan Aku pun mencintai mereka. Mengingat-Ku dan Aku pun mengingat
mereka. Memperhatikan Aku dan Aku pun memperhatikan mereka. Apabila engkau
mendukung perbuatan mereka, niscaya Aku akan mencintaimu. Dan jika kamu berbuat
adil terhadap mereka, tidak niscaya aku akan dekat denganmu. Mereka berkata: Ya
Tuhanku, apakah tanda-tanda mereka?
Allah Swt berfirman: "Tanda-tanda mereka adalah menjaga kerindangan di
tengah terik mata hari, sebagaimana pengembala baik hati yang sedang mengembala
kambing-kambingnya. Mengelukan terbenamnya matahari, sebagaimana burung-burung
yang hendak pergi ke sarang-sarang mereka, ketika matahari mulai terbenam pada
porosnya. Maka ketika malam datang dan kegelapan menyelimuti mereka, setiap
kekasih menyatu dengan kekasihnya. Mereka berdiri mengokohkan kaki mereka, dan
menengadahkan wajah kepada-Ku seraya
berdoa kepada-Ku. Sementara mereka berada di antara kondisi berteriak dan
menangis, antara rintihan dan pengaduan, antara berdiri dan duduk, dan antara
ruku' dan sujud mengharapkan nikmat Ku. Mata-Ku bersaksi akan kesabaran mereka.
Dan mata-Ku juga mendengar apa yang mereka harapkan dari cinta-Ku.
Pertama-pertama yang Aku ucapkan kepada mereka ada tiga: Aku memberikan
cahaya-Ku ke dalam hati mereka, dan mereka pun berkata seperti apa yang Aku
katakan kepada mereka. Kedua, jika seandainya langit dan bumi beserta isinya
menjadi beban bagi mereka pasti Aku akan membebaskan mereka darinya. Ketiga,
Aku akan datang kepada mereka, membohongi siapa saja yang Aku datangi, dan
merasa mengetahui apa yang hendak Aku berikan kepadanya.
Dan di dalam sebuah riwayat dari Nabi Dawud dikatakan: Sesungguhnya Allah
telah mewahyukan kepadanya: Wahai Dawud, seberapa banyak engkau mengingat surga
tanpa mengharapkan kerinduan kepada-Ku. Dia berkata: Ya Tuhan, siapakah
sebenarnya orang yang rindu kepada-Mu? Allah berfirman: "Sesungguhnya
orang-orang yang rindu kepada-Ku adalah orang yang paling bersih dari segala
kotoran, dan yang paling jeli terhadap peringatan. Mereka meluangkan hati-hati
mereka untuk-Ku. Maka ketika mereka melihat kepada-Ku, dengan tangan-Ku Aku pun
akan membawa hati mereka dan menaruhnya di atas langit-Ku. Aku memanggil
malaikat-malaikat yang aku pilih. Dan ketika mereka berkumpul memenuhi
panggilan-Ku, mereka langsung bersujud kepada-Ku. Maka Aku berkata kepada
mereka: "Sesungguhnya Aku tidak memanggil kalian untuk bersujud kepada-Ku,
akan tetapi Aku ingin memperlihatkan kepadamu hati orang-orang yang senantiasa
rindu kepada-Ku. Aku juga sangat berbangga hati dengan para pencinta tersebut.
Hati mereka pun akan menjadi penerang bagi malaikat-malaikat di langit-Ku,
sebagaimana matahari menerangi para penghuni bumi. Wahai Dawud, sesungguhnya
Aku menciptakan hati mereka dari keridhoan-Ku. Sedangkan nikmat mereka dari
cahaya wajah-Ku, dan Aku jadikan mereka penyambung lidah-Ku. Aku jadikan
tubuh-tubuh mereka sebagai tempat bagi mata-Ku untuk melihat ke bumi. Aku telah
jadikan sebuah jalan bagi mereka untuk melihat kepada-Ku, dimana setiap hari
akan bertambah kerinduan mereka kepada-Ku.
Dawud berkata: Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku orang-orang yang
mempunyai kecintaan kepada-Mu. Allah berfirman: "Wahai Dawud, datanglah
engkau ke ke gunung di Lebanon, sesungguhnya di sana ada empat belas orang,
yang mana di antara mereka adalah para pemuda dan orang-orang tua. Ketika
engkau telah sampai, maka ucapkanlah salam-Ku kepada mereka. Katakan bahwa
Tuhanmu telah mengirim salam kepadamu. Dan katakan, tidak perlu bagimu untuk
meminta hajat, karena sebenarnya kamu adalah para kekasih-Ku. Aku merasa senang
dengan kesenanganmu, dan bergegas kepada kecintaan terhadapmu. Maka tatkala
Daud telah sampai, ia mendapati mereka berada di salah satu mata air. Terlihat
mereka sedang memikirkan kebesaran Allah. Maka ketika mereka melihat Dawud,
mereka bangkit untuk menjauh darinya, lalu Dawud pun berkata: Sesungguhnya aku
adalah utusan Allah kepada kalian. Aku datang
untuk menyampaikan risalah Tuhanmu. Lalu meraka datang menghampirinya, memusatkan
pendengaran dan perhatian mereka terhadap apa yang akan ia sampaikan. Sementara
mereka menundukkan pandangan mereka ke bumi, Dawud berkata: Aku adalah utusan
Allah, yang menyampaikan salam-Nya kepadamu. Ia mengatakan kepadamu: Tidakkah
engkau akan meminta hajat? Tidakkah engkau akan memanggil-Ku, pasti Aku akan
mendengar, dan akan melihat mu setiap saat, seperti yang dilakukan oleh seorang
ibu kandung yang menyayangi anaknya? Salah satu diantara mereka berkata: Telah
mengalir air mata di pipi mereka, Salah satu pemimpin mereka berkata: Maha suci
Engkau. Maha Suci Engkau. Kami adalah hamba-Mu dan anak dari para hamba-Mu,
anugerahkanlah kepada kami pandangan yang baik terhadap apa yang ada di
sekeliling kami dan di sekeliling-Mu.
Yang lain pun berkata: Maha suci Engkau. Maha Suci Engkau. Kami adalah
hamba-Mu dan anak-anak dari para hamba-Mu. Bagaimana kami berani untuk berdoa
kepada-Mu sedangkan Engkau mengetahui bahwa tidak ada suatu hajat pun untuk
urusan-urusan kami. Tetapkanlah bagi kami jalan kepada-Mu, dan lengkapkanlah
nikmat tersebut kepada kami. Yang lain pun berkata: Kami telah lalai meminta
ridha-Mu, maka dangan kemurahan-Mu, mudahkanlah kami untuk mencapainya. Yang
lain berkata pula: Dari segumpal darah, Engkau ciptakan kami, dan Engkau berikan
pula kepada kami kemampuan untuk merenungkan kebesaran-Mu. Bagaimana kami akan
berani berbicara sedangkan kami senantiasa sibuk merenungkan kebesaran dan
keagungan-Mu? Dan Engkau telah meminta kepada kami untuk mendekat kepada
cahaya-Mu.
Yang lain juga mengatakan: Lidah kami menjadi letih dan berhenti berucap
ketika berdoa kepada-Mu: Karena keagungan dan kedekatan-Mu kepada para wali-Mu,
juga karena banyaknya nikmat yang diberikan kepada para pencinta-Mu. Seseorang
di antara mereka berkata lagi: Engkau telah memberi hidayah dalam hati kami
untuk mengingat dan beribadah kepada-Mu, maka ampunilah kami. Yang lain
berkata: Kami bermunajat kepada-Mu agar Engkau lengkapkan nikmat-Mu yang telah
diberikan kepada kami. Yang lain pun berkata: Tidak ada kenginan bagi kami
menggapai sesuatu dari ciptaan-Mu, maka berikanlah kesempatan kepada kami untuk
melihat keindahan wajah-Mu. Yang lain lagi berkata: Aku meminta kepada-Mu agar
membutakan mataku untuk melihat dunia beserta penghuninya, dan tuntunlah hatiku
untuk selalu mengurusi perkara akhirat. Seseorang dari mereka berkata lagi: Aku
telah mengetahui wahai Yang Maha Mulia dan Pemberi barakah, bahwa Engkau
mencintai para kekasih-Mu. Berikanlah kepada kami kesempatan untuk menyibukan
hati kami kepada-Mu dari pada selain Engkau.
Allah Swt mewahyukan kepada Dawud: "Katakan kepada mereka, Aku telah
mendengar apa yang kalian ucapkan, dan Aku mengabulkan apa yang kamu inginkan.
Agar setiap orang darimu berpisah dari temannya, dan agar setiap orang dari
kalian mengambil bagaiannya, maka aku membuka tabir antara Aku dan kamu,
sehingga kamu akan melihat cahaya wajah dan keagungan-Ku." Lalu Dawud pun
berkata : Ya Tuhan, apa yang akan mereka terima dari-Mu? Allah berfirman:
"Berprasangka baik dan meninggalkan dunia beserta penghuninya, dan
menyibukkan dirinya bermunajat kepada-Ku. Sesungguhnya yang demikian itu adalah
derajat yang tidak dicapai kecuali bagi orang-orang yang menolak urusan dunia
dan tidak pernah mengingatnya. Akan tetapi mereka selalu mengingat-Ku. Ketika
mereka melihat kepada-Ku dengan mata mereka, maka Aku akan memperlihatkan
kemuliaan-Ku setiap saat, dan mendekatkan mereka kepada cahaya wajah-Ku. Jika
mereka sakit, maka Aku akan merawat mereka seperti ibu kandung yang merawat
anaknya. Jika mereka kehausan, maka Aku akan mengobati dahaga mereka dan
mencicipkan kepada mereka cita rasa zikir. Dan ketika Aku telah menyempurnakan
hal itu wahai Dawud, maka mata mereka menjadi buta dari glamornya dunia dan
penghuninya. Aku tidak menjadikan mereka cinta terhadap hal tersebut, sedangkan
mereka sama sekali tidak lupa untuk menyibukkan diri mereka kepada-Ku. Ketika
mereka memohon kepada-Ku untuk bersegera kepada mereka, Aku pun mengingat
mereka. Sesungguhnya mereka adalah jembatan bagi pengelihatan-Ku di antara
ciptaan-Ku. Mereka tidak melihat selain Aku, dan Aku pun tidak melihat selain
mereka. Jika engkau melihat mereka wahai Dawud, pastilah engkau akan
menyaksikan tubuh mereka bergetar, sementara hati mereka seperti akan lepas
dari tubuh mereka ketika mendengar firman-firman-Ku. Aku akan membanggakan
mereka di hadapan para malaikat dan seluruh penghuni langit-Ku, dan mereka pun
akan menambah ketaatan dan ketakwaan mereka. Demi kebesaran dan keagungan-Ku,
akan Aku tempatkan mereka di surga Firdaus, dan akan Aku sembuhkan hati mereka
dengan melihat-Ku sampai mencapai keridhaan di atas segala keridhaan.
Dan di dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Nabi Dawud berkata: Allah
telah berfirman: "Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang memberikan
kecintaannya kepada-Ku, tidak ada penghalang bagimu jika engkau
membutuhkan ciptaan-Ku. Kamu telah
membuka tabir antara Aku dan engkau, sehingga engkau akan melihat dengan mata
batinmu. Apakah ada yang akan menjadi penghalang bagimu, jika aku pisahkan
dunia darimu, lalu aku bentangkan bagimu agamaaKu. Dan tidak ada pula bahaya dari kemarahan
mahluk jika engkau selalu mencari ridha-Ku? Di dalam sebuah riwayat disebutkan
bahwa Dawud juga berkata: Allah telah mewahyukan kepadanya: Engkau menganggap
bahwa dirimu mencintai-Ku. Jika engkau mencintai-Ku, maka jauhkanlah kecintaan
dunia dari hatimu; karena sesungguhnya kecintaan terhadap-Ku dan terhadapnya
tidak akan bertemu dalam satu hati. Wahai Dawud, cintailah Aku dengan sepenuh
hati, atau cintailah apa yang ada di dunia dengan sepenuh hatimu. Demi agamamu,
maka ikutilah Aku dan agamamu. Jangan mengikuti selain Aku. Selama terbukti
tidak bertentangan dengan kecintaan kepada-Ku, maka berpeganglah dengannya.
Akan tetapi jika sebaliknya, maka ikutilah Aku dengan sungguh-sungguh, karena
sesungguhnya Akulah yang mengatur segala pola
kehidupanmu. Aku akan menjadi pemimpin dan penunjuk jalan bagimu, tanpa
engkau minta. Aku juga akan menolongmu di saat engkau kesusahan. Sesungguhnya
Aku telah bersumpah dalam diri-Ku, bahwa Aku tidak akan memberikan sesuatu
kepada hamba-Ku, kecuali Aku mengetahui apa yang diminta oleh hamba-Ku.
Aku juga akan menaruh permintaannya di antara kedua tangan-Ku, dan ia
akan selalu membutuhkannya dari-Ku. Jika engkau berada pada posisi demikian,
maka Aku akan menghilangkan darimu kenistaan dan keburukan. Lalu Aku akan
menjadikan hatimu damai dan tentram, karena sesungguhnya Aku telah berjanji di
dalam diri-Ku, bahwa tidak ada satupun hamba-Ku yang merasa tidak tenang ketika
ia memposisikan segala pekerjaannya demi Aku, melainkan akan Aku mudahkan
baginya. Kembalikanlah segala perkara kepadaKu. Janganlah ragu melaksanakan
pekerjaanmu, sehingga ia menjadi semu bagimu dan bagi orang yang menemanimu.
Untuk mencapai makrifat kepada-Ku, tidak ada pembatas bagimu. Kemudian
ajarkanlah kepada Bani Israil, bahwa antara Aku dan ciptaan-Ku tidak ada
pertalian nasab. Perkuatlah kecintaan dan kerinduan kepada-Ku, pasti Aku akan
berikan kepadanya kenikmatan yang tidak bisa dilihat oleh mata, tidak didengar
oleh telinga, dan tidak pula pernah tergambarkan di hati manusia. Letakkanlah
Aku di antara kedua matamu dan lihatlah kepada-Ku, yang selalu melihat ke dasar
hatimu. Janganlah engkau melihat dengan mata kepalamu orang-orang yang menutup
akal dan hati mereka kepada-Ku (mencintai Aku setengah-tengah), sehingga
pekerjaan mereka akan mengakibatkan terputusnya pahala-Ku. Sesungguhnya Aku
telah berjanji demi keagungan dan kemulian-Ku, tidak akan Aku halalkan pahala
bagi seorang hamba, yang menjadikan
ketaatannya kepada-Ku sebagai percobaan sehingga ditunda-tunda. Merendah
dirilah terhadap orang yang engkau kenal, dan janganlah engkau abaikan orang
yang mencari-Ku. Seandainya sang pencinta kepada-Ku mengetahui derajat orang
yang mencari-Ku, maka terbuka jalan baginya untuk menuju ke pintu-pintu-Ku.
Wahai Dawud, janganlah engkau halangi orang-orang yang asyik mencari-Ku,
karena Aku akan menjadikanmu orang yang berjalan di jalan-Ku, di mana tidak ada
kenistaan dan bencana bagi makhluk ciptaan-Ku. Wahai Dawud, peganglah
firman-Ku, dan jadikanlah ia sebagai perisai bagi dirimu. Jangan pula engkau
melalaikannya, sehingga menghalangi kecintaanmu kepada-Ku. Jangan jadikan
hamba-hamba-Ku berputus asa dari rahmat-Ku. Jauhkanlah dirimu dari nafsu
duniawi karena Aku. Sesungguhnya kecintaan terhadap nafsu duniawi itu adalah
kelemahan makhluk ciptaan-Ku.
Sungguh, sangat merugi orang-orang kaya yang selalu mendewakan nafsu
duniawi, karena hal itu akan mengurangi pertolongan-Ku kepadanya. Sesungguhnya
balasan untuk orang-orang yang kuat dan kaya itu akan selalu diperhitungkan.
Yang paling rendah bagi mereka adalah tertutupnya akal mereka dari-Ku ketika
Aku tidak meridhai kecintaan dunia bagi kekasih-Ku.
Wahai Dawud, janganlah engkau jadikan antara Aku dan engkau jurang pemisah
untuk terus mencintai-Ku. Hal tersebut termasuk pekerjaan orang yang
menghalangi para hamba yang mencari Aku, yang meninggalkan syahwat dengan jalan
berpuasa. Jauhkanlah dirimu untuk mencoba merusak puasamu, karena sesungguhnya
kecintaan-Ku bersama orang-orang yang selalu berpuasa. Wahai Dawud, cintailah
Aku dengan melawan hawa nafsumu, karena aku melarang nikmatnya syahwat. Aku melihat kepadamu, dan engkau melihat
hijab antara engkau dan Aku telah hilang.
Sesungguhnya Aku memberitahumu demikian agar engkau benar-benar
mendapatkan ganjaran yang besar dari-Ku. Aku juga telah menyembunyikannya
sementara engkau terus taat kepada-Ku.
Berita ini datang untuk menunjukkan pentingnya kerinduan dan kecintaan
kepada Allah.
Gambaran Kecintaan
Allah Swt
Allah Swt telah berfirman di dalam Alquran: "Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur
seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh." Allah juga berfirman: "Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang
mensucikan."
Diriwayatkan dari Anas ra, Rasulullah Saw bersasabda: "Jika Allah
telah mencintai hamba-Nya, maka dosanya tidak akan membahayakan dirinya. Dan
orang-orang yang bertaubat dari dosa-dosanya, akan menjadi seperti orang yang
tidak mempunyai dosa. Kemudian beliau membaca ayat: "Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri."
Artinya, jika ia mencintai Allah lalu ia
taubat sebelum mati, maka dosa-dosanya yang telah lalu tidak akan
membahayakan dirinya, walaupun dosa tersebut besar, seperti kekufuran di masa lalu akan diampuni dosanya
setelah masuk Islam.
Allah telah mensyaratkan Zat-Nya untuk mengampuni dosa-dosa para
pencinta-Nya, sebagaimana firman Allah: "Allah mengasihi dan mengampuni
dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." Rasulullah
bersabda: "Sesungguhnya Allah akan memberikan dunia kepada siapa saja yang
ia kehendaki."
Rasulullah juga bersabda:
مَنْ تَوَاضَعَ للهِ رَفَعَهُ اللهُ, وَمَنْ تَكَبَّرَ وَضَعَهُ اللهُ, وَمَنْ
أَكْثَرَ ذِكْرِ اللهِ أَحَبَّهُ, فَيَكُوْنُ سَمْعُهُ الَّذِيْ يَسْمَعُ بِهِ.
"Barang siapa
merendahkan hati karena Allah, maka Ia akan memulikannya. Barang siapa yang
angkuh, maka Allah akan merendahkannya. Dan barang siapa yang memperbanyak
zikir kepada-Nya, niscaya Allah akan mencintainya, sedangkan pendengaran yang
ia miliki adalah pendengaran-Nya juga."
Zaid bin Aslam berkata: Sesungguhnya Allah mencintai hamba-Nya, hingga Ia
berfirman kepadanya: "Berbuatlah sesukamu, karena Aku akan
mengampunimu. Rasullullah juga telah bersabda dalam hadits qudsi: "Selagi
hamba-Ku mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan amal perbuata sunnah, maka Aku
pasti akan mencintainya." Tanda-tanda kecintaan Allah kepada hamba-Nya
yaitu Allah akan selalu mengontrol segala akibat yang terjadi pada dirinya, dan
akan meridhainya.
Rasulullah Saw bersabda: "Jika Allah mencintai hamba-Nya, maka Ia akan
mengujinya, dan jika Ia sangat cinta kepada hamba-Nya, maka Ia akan memberikan
cobaan kepada hambanya. Ada seorang sahabat bertanya: "Apa cobaan tersebut
wahai Rasulullah? Beliau menjawab: "Allah mencoba hamba-Nya dengan
ketidaan harta dan keluarga."
Ada orang yang bertanya kepada Nabi Isa as: Kenapa engkau tidak membeli
keledai sehingga engkau dapat mengendarainya. Isa pun menjawab:
"Sesungguhnya aku sangat cinta kepada Allah, maka aku khawatir kecintaan
itu terkikis oleh kesibukanku dengan keledai itu. Di dalam sebuah hadis
dikatakan: "Jika Allah mencintai hamba-Nya, maka Ia akan mengujinya. Jika
ia sabar menghadapinya, maka Allah akan menguatkan jiwanya, dan jika Ia ridha
terhadap apa yang menimpanya, maka Allah akan memuliakannya." Mereka
berkata: Tanda-tanda kecintaan seorang hamba kepada Allah adalah bagaimana
sebisa mungkin ia dapat mengekspresikan cintanya kepada yang dicintai.
Senantiasa berzikir tanpa mengenal lelah. Berzikir serta bermunajat itu lebih
baik baginya daripada menyibukkan dirinya dengan hal yang lain.
Keutamaan Ridha
Allah Swt berfirman di dalam Al Quran: "Allah ridha terhadap mereka
dan merekapun ridha kepadaNya."
Di dalam sebuah hadits dikatakan: "Sesungguhnya Allah menunjukkan
keagungan-Nya di hadapan orang-orang mukmin, lalu Ia berfirman: "Mintalah
kepada-Ku. Mereka menjawab: Keridhaan-Mu. Setelah mereka amati dan pikirkan
dalam-dalam, maka permintaan mereka adalah ridha." Diriwayatkan bahwa Rasul pernah bertanya
kepada sebagian sahabatnya, mereka berkata: Kami adalah orang-orang mukmin.
Beliau bertanya: "Apa tanda-tanda keimanan kalian?" Mereka berkata:
Kami selalu bersabar terhadap cobaan, dan bersyukur terhadap apa yang kami
harapkan dan kami miliki, juga ridha terhadap apa yang telah Allah tentukan untuk
kami. Lalu beliau bersabda: "Demi Tuhan yang memiliki Ka'bah, kalian
adalah orang-orang yang beriman." Di dalam sebuah Hadits lain juga
dikatakan, bahwa Rasulullah pernah bersabda: "Terkadang para ulama, dengan
pemahaman mereka terhadap agama, hampir mencapai derajat nabi."
Nabi Musa as pernah berkata: Ya Tuhanku, tunjukkanlah kepadaku pekerjaan
yang engkau ridhai, hingga aku mengerjakannya. Allah mewahyukan kepadanya:
Sesungguhnya ridha-Ku ada dalam keterpaksaanmu, sehingga engkau tidak bersabar
atas apa yang tidak engkau suka. Nabi Musa berkata: Ya Tuhanku, tunjukkanlah
aku akan hal tersebut. Allah berfirman: Sesungguhnya keridhaan-Ku adalah
keridhaanmu terhadap ketentuan-Ku." Ketahuilah bahwa keridhaan itu
merupakan pintu Allah yang paling mulia. Barang siapa mendapatkan jalan untuk
mencapainya maka baginya ganjaran dan derajat yang paling tinggi.
Pasal Ketiga
Hikayat Para Pecinta
Diceritakan bahwa Abu Turab an-Nakhsyabi menyukai salah seorang di antara
para pencinta, dan ia mendekatinnya, lalu melaksanakan pekerjaan-pekerjaannya.
Sedangkan para pencinta sibuk beribadah. Suatu hari Abu Turab bertanya
kepadanya: Suatu hari nanti, jika engkau melihat Abu Yazid, apa yang akan
engkau perbuat terhadap dirinya? Ia menjawab: Aku tidak mempunyai waktu untuk
berurusan dengannya. Lalu ketika Abu Turab berulang-ulang menanyakan hal
tersebut kepadanya, "Apa yang engkau lakukan ketika melihat Abu
Yazid". Sang pencinta menjadi kesal dengan ucapan tersebut seraya berkata:
Tercela kamu wahai abu Turab, apa yang dapat aku berikan kepada Abu Yazid ? Abu
Turab berkata: Jiwaku bergelora,
sehingga aku tidak dapat menahan diriku, sehingga aku berkata: "Tercela kamu wahai sang
pemuda, kamu memiliki konsep terlalu berlebihan dalam beribadah. Engkau melihat
Abu Yazid sekali, itu lebih bermanfaat bagimu daripada melihat Allah tujuh
puluh kali. Ia berkata: Bahwa sang
pemuda telah mengingkari dan membantah ucapannya. Sang pemuda berkata:
Bagaimana bisa demikian? Abu Turab pun menanggapi ucapan sang pemuda: Tercela
kamu, sesungguhnya engkau melihat Allah Swt, dan Ia memperlihatkan kemampuan
dan keutamaan dirimu. Begitu pula ketika engkau melihat Abu Yazid di sisi
Allah, Ia akan memperlihatkan nilai dirinya kepadamu. Akhirnya sang pemuda
memahami apa yang dikatakan oleh Abu Turab. Lalu ia berkata: Pertemukanlah saya
dengannya. Dia melanjutkan kisahnya, hingga berkata di akhir cerita tersebut:
Kami telah berdiri di atas bukit, menunggu Abu Yazid sampai ia keluar dari
hutan, karena dia sedang berada di dalam hutan, dimana terdapat banyak hewan-hewan
buas. Abu Turab bercerita: Abu Yazid lewat di depan kami sambil membawa seekor
burung di atas pundaknya. Maka aku pun berkata kepada sang pemuda: Ini adalah
Abu Yazid. Sang pemuda langsung melihat
kepadanya. Dan ketika Abu Yazid menaruh hewan tersebut di atas tanah, kami pun
mulai menggerak-gerakkan badannya. Rupanya hewan tersebut telah mati. Kami
berusaha untuk menguburkannya. Abu Turab berkata kepada Abu Yazid: wahai
tuanku, ia telah menyangka engkau yang telah membunuh hewan tersebut. Abu Yazid
berkata: Tidak, temanmulah yang membunuhnya, di dalam hatinya ada hal yang
belum terungkap. Dan ketika ia melihat kita, terbukalah rahasia yang ada di
hatinya, dan ia tidak mampu menanggungnya, karena ia berada pada derajat
pencinta yang rendah, betul dialah membunuh hewan tersebut.
Di dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Allah telah mewahyukan kepada para
nabi-nabinya: Sesungguhnya yang akan menjadi kekasih-Ku adalah hamba-Ku yang
tidak bosan mengingat-Ku, dan tidak ada selain Aku yang ia ingat, karena selain
Aku sama sekali tidak akan memberi pengaruh apapun kepada-Ku. Dan ketika ia
terbakar oleh api, ia tidak akan merasakannya, biarpun tubuhnya dipotong dengan
gergaji ia tidak akan merasakan, karena begitu larutnya ia berzikir kepada-Ku.
Jadi, barangsiapa yang belum mencapai derajat pencinta yang demikaian,
bagaimana ia dapat mengatakan bahwa di balik candu dan cinta itu ada kemuliaan
dan keutamaan? Semuanya itu ada di balik cinta, dan cinta itu ada di balik
keimanan.
Di dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Sesungguhnya Allah mempunyai tiga
ratus sifat. Barang siapa yang memiliki salah satu sifat tersebut, sementara ia
mengesakan Allah, maka tidak ada baginya selain surga. Suatu ketika Abu Bakar
ra bertanya: Adakah sifat tersebut padaku? Rasulullah menjawab: "Semuanya
ada padamu wahai Abu Bakar, dan yang paling berkenan di sisi-Nya adalah sifat
murah hati."
Rasulullah Saw bersabda: "Aku telah melihat timbangan yang
diturunkan dari langit. Aku berada di satu sisi, dan umatku berada di sisi yang
lain, maka amalku lebih berat dari mereka, dan jika Abu Bakar di letakkan di
satu sisi, dan umatku di satu sisi yang lain, maka amal soleh Abu Bakar akan
lebih berat dari mereka."
Dari keterangan di atas, dapatlah kita simpulkan bahwa kedalaman cinta
Rasulullah sangat luar biasa, sehingga hatinya tidak mempunyai ruang lagi untuk
selain-Nya. Allah telah berfirman: "Jika aku hendak menjadikan
seseorang teman bagi-Ku (khalil), niscaya Abu Bakarlah orang itu, akan tetapi
Aku telah menjadikan Ibrahim sebagai teman (khalil)-Ku)."
Al-Syibli pernah meriwayatkan: Cinta itu luar biasa
nikmatnya. Dan cinta itu adalah sebuah nilai yang tinggi dalam kemuliaan. Ia
juga pernah meriwayatkan: Rindu itu adalah api Allah Swt, yang ia nyalakan di
hati para wali-Nya, sehingga Ia bakar di hati mereka inspirasi, keinginan,
cita-cita dan hajat mereka. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Langganan:
Postingan (Atom)