ADAB DALAM PERTEMANAN
Sesungguhnya, saling mencintai karena Allah SWT dan bersaudara karena agama
adalah sebaik-baik dalam berhubungan. Sikap seperti itu merupakan akhlak yang
baik, dan terpuji.
Akhlak yang baik, Allah SWT berfirman,
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيِمٍ.
Artinya, "Sesungguhnya, engkau (Muhammad) memiliki akhlak yang
sangat agung."
Adapun persaudaraan dan kasih sayang, Allah SWT berfirman,
فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا.
Artinya, "Lalu menjadilah kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang
bersaudara."
Di lain ayat, Allah SWT berfirman, "Walaupun kamu membelanjakan
semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan
hati mereka, akan tetapi Allah Telah mempersatukan hati mereka."
Rasulullah saw bersabda, "Orang yang paling dekat kedudukannya
denganku adalah yang paling baik akhlak dan lembut perangainya. Mereka saling
mengasihi dan dikasihi."
Di lain hadits, Nabi bersabda,
المُؤْمِنُ إِلْفٌ مَأْلُوْفٌ, وَلَا خَيْرَ فِيْمَنْ لَا يَأْلِفُ وَلَا يُؤْلَفُ.
Artinya, "Orang mu'min mengasihi dan dikasihi. Tidak ada kebaikan
bagi siapa yang tidak mengasihi dan tidak dikasihi."
Beliau bersabda, "Barang siapa yang diinginkan Allah SWT untuk
diberikan suatu kebaikan, maka akan dikaruniakan kepadanya sahabat yang shaleh,
jika ia lupa maka sahabatnya itu akan mengingatkan, dan apabila minta
pertolongan maka ia akan menolongnya."
Beliau bersabda, "Barang siapa yang merajut suatu persaudaraan
karena Allah, maka Allah SWT akan mengangkatnya dengan satu derajat di surga, di
mana derajat tersebut tidak bisa dicapai oleh amalnya yang lain."
Penjelasan tentang makna persaudaraan karena Allah Ta'ala dan keutamaannya
dibandingkan dengan persaudaraan di dunia.
Rasulullah saw bersabda, "Ruh-ruh bagaikan tentara-tentara yang
dikoordinir. Yang saling mengenal di antara mereka akan saling mengasihi, tapi
sebaliknya, yang mengingkari akan bertolak belakang."
Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya, pada suatu saat ruh kaum
mu'minin akan bertemu dalam satu perjalanan, namun di antara mereka tidak
melihat antara satu dengan yang lainnya."
Seseorang yang mencintai orang lain karena fisik, bisa jadi didorong oleh
daya tarik fisiknya yang cantik, atau mungkin juga untuk mendapatkan satu tujuan tertentu di luar fisik orang yang
dicintainya, dimana tujuan tersebut terkait dengan kepentingan-kepentingan
duniawi. Atau, ia mencintai saudaranya, dengan tujuan untuk mencapai
kebagahagiaan di akhirat. Kemungkinan lain, adalah mencintai saudaranya yang
lain karena Allah dan ia tidak mengejar dunia maupun akhirat, akan tetapi
kedudukannya selaku hamba Allah. Barang siapa yang mencintai seseorang maka ia
akan dicintai oleh orang yang dicintainya. Inilah yang disebut dengan
persaudaraan karena Allah Ta'ala.
Seperti yang sya'ir Majnun bin 'Amir;
أَمُرُّ عَلَى دِيَارِ لَيْلِي أُقَبِّلُ
ذَا الْجِدَارَ وَذَا الْجِدَارَا
وَمَا حُبُّ الدِّيَارِ شَغَفَنَ قَلِبٍي وَلَكِنْ
حُبُّ مَنْ سَكَنَ الدِّيَارَا
Aku lewat di depan satu rumah, rumahnya Laila
Aku lalu mencium dindin ini dan dindin itu
Bukan menyenangi rumah itu
yang memenuhi hatiku
Akan tetapi
menyenangi penghuninya.
Kita diperintahkan untuk mencintai karena Allah, dan kitapun diperintahkan
untuk membenci karena Allah Ya'ala. Barang siapa yang mencintai seseorang
karena orang tersebut juga mencintainya dan ta'at kepadanya, maka ia pun harus
membenci lawan-lawannya karena mereka durhaka kepadanya.
Pasal Pertama
Sifat-Sifat Yang Menjadi Tuntunan Dalam Memilih Kawan
Setiap orang tidak pantas untuk menjadi teman. Rasulullah saw bersabda,
المَرْءُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يَخْلُلُ.
Artinya, "Seseorang itu (dipengaruhi) oleh agama kawannya. Maka,
kalian hendaknya memperhatikan siapa yang akan dijadikan teman."
Di antara yang perlu diperhatikan ketika memiliki kawan adalah berakal,
akhlaknya baik, tidak fasik, bukah ahlu bid'ah dan tidak terlalu cinta dunia.
Perihal berakal merupakan modal harta. Ali ra., bersya'ir,
فَلَا تَصْحَبْ أَخَا الْجَهْلِ وَإِيَّاكَ وَإِيَّاهُ
فَكَمْ مِنْ جَاهِلٍ أَرْدَى حَلِيْمًا
حِيْنَ وَافَاهُ
يُقَاسُ الْمَرْءُ بِالْمَرْءِ إِذَا
مَا هُوَ مَا شَاهُ
وَلِلشَّيْءِ عَلَى الشَّيْءِ مَقَايِيْسٌ
وَأَشْبَاهٌ
وَلِلْقَلْبِ عَلَى الْقَلْبِ دَلِيْلٌ
حِيْنَ يلَقْاَهُ
Janganlah engkau berkawan dengan orang bodoh
Dan berhati-hatilah kamu dan kepadanya
Betapa banyak orang bodoh yang membinasakan
Santun ketika berjanji
Manusia diukur dengan orang lain
Maka ia menjadi seperti raja buat dirinya
Sesuatu diukur dengan sesuatu pula
Seimbang dan serupa
Hati dengan hati
Sebagai bukti ketika berjumpa
Bagaimana mungkin seorang yang bodoh memberimu mudharat, padahal ia
menginginkan kebaikan buatmu? Oleh karena itu, seorang penyai'r berkata,
Aku tenang kepada musuh yang berakal
Dan takut kepada kawan dekat tapi gila
Berakal adalah satu tipe dan caranya maklum
dan orang gila memiliki banyak kemungkinan
Oleh karena itu, ada yang berkata, "Memutus hubungan dengan orang
bodoh adalah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Demikian pula
dengan orang fasik, tidak ada manfaat bergaul dengannya. Alasannya, karena siapa
yang takut kepada Allah SWT, maka ia tidak akan memperbuat dosa besar. Tapi
yang tidak takut kepada-Nya, maka tidak dipercaya bahwa ia tidak akan membuat
kerusakan.
Allah SWT berfirman, "Dan janganlah kamu mengikuti orang yang
hatinya Telah kami lalaikan dari mengingati kami, serta menuruti hawa nafsunya
dan adalah keadaannya itu melewati batas."
Suatu perangai akan cenderung mengikuti suatu perangai yang ia sendiri
tidak tahu. Demikianlah seorang pemula.
Berkaitan dengan orang yang berakhlak baik, 'Ilqimah menyebutkan dalam
salah satu wasiatnya kepada anaknya ketika ia akan wafat, "Wahai anakku
jika engkau akan mencari kawan, maka pilihlah teman yang bila engkau
melayaninya, ia menjagamu. Jika engkau berteman dengannya, ia menghiasimu. Jika
engkau duduk bersamanya, ia menemanimu. Bertemanlah dengan orang yang jika
engkau menjulurkan tanganmu kepadanya, ia akan membalasnya. Jika ia melihat
kebaikan darimu, ia mengikutinya. Jika ia melihat darimu berbuat keburukan, ia
mencegahnya. Bertemanlah pada orang yang jika engkau memintanya, ia memberimu.
Jika engkau diam, ia menyapamu. Jika engkau mengalami musibah, ia membantumu.
Berkawanlah dengan orang yang jika engkau berkata sesuatu, ia membenarkannya.
Jika engkau akan melakukan sesuatu, ia memberi arahan. Dan jika terjadi
pertengkaran di antara kalian, ia mengutamakanmu."
Ali bin Abu Thalib berkata,
Sesungguhnya, saudaramu yang benar ialah yang bersamamu
Dan yang merugikan dirinya untuk dirimu
Apabila terjadi musibah
padamu, ia mendatangimu
Ia korbankan dirinya untuk
menolongmu
Idealnya, hendaknya menjadikan dirinya orang yang berilmu setelah
sebelumnya ia telah bersifat wara' agar ilmunya dapat bermanfaat. Luqman
berkata, "Hai anakku, duduklah bersama dengan orang-orang yang berilmu.
Perbanyaklah (bersama mereka) dengan duduk di atas kakimu. Sesungguhnya, hati
dapat hidup dengan hikmah sebagaimana tanah tandus menjadi subur dengan curahan
air hujan."
Pasal Kedua
Hak-Hak Persaudaraan Dan Pertemanan
Sesungguhnya, aturan-aturan persaudaraan merupakan ikatan di antara dua
orang seperti halnya akad pernikahan antara suami istri. Apabila aqad yang
tersebut sebagai aqad persaudaraan, maka ada hak-hak yang harus dipenuhi, di
antaranya dalam hal harta, jiwa, lisan, hati, berdo'a, keikhlasan, kesetiaan
dan tidak memaksa.
Pertama, tentang harta. Paling
sederhana adalah sikapmu kepada pembantu-pembantumu, dimana urusannya menjadi
tugasmu. Pertengahannya, adalah sikapmu kepada kebutuhan dirimu sendiri. Rasa
persaudaraan harus dibangun di atas unsur partner kerja sama dan persamaan.
Paling tinggi adalah lebih mengutamakannya, sehingga engkau korbankan urusanmu
sendiri demi kelancaran urusannya. Dan inilah derajat persaudaraan tertinggi.
Disebutkan dalam banyak hadits. Rasulullah saw bersabda, "Tidak
berkawan di antara dua orang melainkan yang paling dicintai Allah adalah yang
bersikap lemah lembut kepada kawannya."
Kedua, membantu kawan dalam memenuhi kebutuhannya sebelum ia sendiri
memintanya. Sikap seperti ini, derajatnya sebanding dengan bagian yang paling
tinggi pada derajat harta dalam hak-hak persahabatan.
Ketiga, tidak menemuinya dengan
sesuatu yang dibencinya. Anas ra., berkata bahwa Rasulullah saw., tidak menemui
seseorang pada hal-hal yang tidak disukai. Ketahuilah bahwa jika engkau
menginginkan seorang kawan yang tidak memiliki kekurangan, niscaya engkau tidak
akan mendapatinya. Imam Syîfi'i ra., berkata, "Tidak ada seorang pun
dari kaum muslimin yang ta'at kepada Allah SWT dan tidak pernah mendurhakainya.
Sebaliknya, tidak ada seorang pun yang durhaka kepada Allah, dan tidak pernah
mentaatinya. Barang siapa yang keta'atannya lebih dominan dari pada maksiatnya,
maka ia termasuk orang yang adil. Jika hal tersebut adil dihadapan Allah SWT,
maka niscaya lebih adil lagi bagimu. Oleh sebab itu, jadilah orang-orang yang
selalu menebarkan kebaikan dan menutupi yang jahat. Sesungguhnya, Allah SWT
telah menyebutkan hal tersebut dalam do’a. Seperti do’a, “Wahai Dzat Yang
menampakkan kebaikan dan Yang menutup kejahatan.”
Ketahuilah, sesungguhnya, yang diridhai Allah SWT adalah yang memiliki
akhlak yang baik, Dialah Dzat Yang Menutup ‘aib dan Mengampuni dosa.
Sesungguhnya, Allah tidak menganggap sempurna iman seseorang hingga orang
tersebut mencintai saudaranya sebagaimana ia cinta kepada dirinya sendiri.
Tidak diragukan lagi bahwa Allah SWT menutup aurat dan mengampuni dosa-dosa
serta menutup rahasianya. Ada pepatah yang mengatakan; Hati orang-orang yang
merdeka adalah kuburan (menyimpan) rahasia. Pepatah lain, Hati orang
yang dungu adalah di mulutnya. Dan lisan orang yang berakal ada di hatinya.
Keempat, menyampaikan pujian yang disukainya tanpa keluar dari kebenaran.
Rasulullah saw bersabda, “Apabila seseorang di antara kalian menicntai
saudaranya, hendaknya memberitahukannya.” Karena hal tersebut dapat
menambah cintanya kepadanya.
Sya’ir berikut amat indah,
خُذْ مِنْ زَمَانِكَ مَا صَفَا دُوْنَ
الَّذِيْ فِيْهِ الْكَدَرُ
فَالْعُمْرُ أَقْصَرُ مِنْ مُعَاتَبَةِ الْخَلِيْلِ
عَلَى الْغَيْرِ
Ambillah dari masamu
sesuatu yang baik
Dan meninggalkan yang keruh.
Umur itu lebih pendek daripada kebiasaan
Mencela sahabat agar berubah
Kelima, kesetiaan dan
keikhlasan. Yaitu dengan selalu mencintai
saudaranya sampai ia mati dan mencintai anak-anak serta kawan-kawannya
setelah kematiannya.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw., menghormati seorang wanita tua yang
datang kepadanya. Maka dikatakan kepadanya tentang hal itu.
Beliau berkata, “Dahulu ia datang ketika Khadijah masih hidup.”
Ketahuilah bahwa kesetiaan yang baik itu termasuk iman dan pengamalan
agama. Engkau sepatutnya selalu melihat keutamaan saudaramu, dan bukan dirimu.
Penyair berkata,
Rendahkan dirimu di hadapan orang
Yang bila engkau rendahkan diri kepadanya
Ia memandangnya sebagai keutamaan
bukan kebodohan
menghidarlah dari orang
yang merasa dirinya lebih utama
daripada orang lain
Pasal Ketiga
Hak-Hak Terhadap Sesama Muslim, Keluarga dan Tetangga
Hak-hak terhadap sesama muslim antara lain adalah : mengucapkan salam
kepadanya jika bertemu, menjawab (panggilannya) jika dia memanggil, mendoakan
(dengan kata "yarhamukumullah") jika dia bersin, menjenguknya
ketika dia sakit, melayat jenazahnya apabila dia meninggal, membenarkan
sumpahnya jika dia bersumpah, menasihatinya jika dia meminta nasihat kepadamu,
menjaga kehormatannya bila dia tidak ada, mencintainya sebagaimana dia
mencintai dirinya sendiri, dan tidak menyukai apa yang menimpanya seperti halnya
dia tidak menyukai jika hal tersebut menimpa dirinya.
Rasulullah saw bersabda, ada empat macam hak-hak kaum muslimin padamu.
Yaitu engkau menolong orang yang berbuat baik di antara mereka dan memohon
ampun bagi yang berdosa di antara mereka. Engkau mencintai pengikutnya, dan
tidak menyakiti kaum muslimin, baik sikap maupun perkataan.”
Rasulullah saw bersabda, “Seorang Muslim adalah yang memberi keselamatan
kepada kaum muslimin lainnya, baik perkataan maupun tindakan.”
Rasulullah bersabda, “Seorang Mu’min adalah yang diberi keprcayaan oleh
kaum mu’minin untuk menjaga jiwa dan harta mereka.” Dan sabdanya, “Orang
yang berhijrah adalah hijrah dari perbuatan yang buruk dan menjauhinya.”
Di antara sabdanya yang lain bahwa kaum mu’minin adalah yang bersikap
tawadhu kepada kaum muslimin lainnya, dan tidak bersikap sombong kepadanya.
Allah SWT berfirman bahwa Ia tidak menyukai orang-orang yang sombong dan suka
membanggakan diri. Jika ada orang bersikap angkuh kepadamu, maka bersabarlah. “Jadilah
engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf serta berpaling dari
orang-orang yang bodoh.”
Ia tidak boleh mendengar perkataan-perkataan orang kepada dirinya maupun
kepada orang lain, sebagaimana ia sendiri tidak boleh melakukan perbuatan
tersebut. Rasulullah saw bersabda, “Tidak masuk surga orang yang suka
mengadu domba.”
Diantaranya yang lain adalah tidak memutus hubungannya selama tiga hari
dengan saudaranya yang telah dikenalnya. Tidak masuk ke rumah orang lain tanpa
seizin dari penghuninya. Bergaul kepada semua orang dengan akhlak yang baik.
Diperintahkan pula untuk menghormati orang yang lebih tua, menyayangi orang
yang lebih muda, dan bersikap ramah terhadap seluruh manusia. Tidak memberikan
janji kecuali akan ia tepati janjinya. Serta memperbaiki hubungan di antara
sesama kaum muslimin.
Rasulullah saw bersabda,
أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَفْضَلٍ مِنْ دَرَجَةِ الصِّيَامِ وَالصَّلَاةِ وَالصَّدَقَةِ
؟ قَالُوْا: بَلَى, قَالَ: إِصْلَحْ ذَاتَ الْبَيْنِ. وَأَنْ يَسْتُرَ عَوْرَاتَ الْمُسْلِمِيْنَ.
Artinya, “Maukah
kalian aku beritahu tingkatan derajat yang paling utama dalam puasa, shalat,
dan bersedeqah? Para sahabat menjawab : “Pasti.” Nabi berkata,
"Binalah hubungan baikmu dengan sesamamu. Dan menutup aib kaum muslimin.”
Di lain hadits, Nabi saw bersabda, “Mencari solusih atas kasus yang
dituduhkan, dan menolong orang lain yang punya kebutuhan dan ia sanggup
melakukannya.”
Selalu mendahului suatu perbincangan dengan ucapan salam. Melindungi saudaranya dan harta bendanya dari suatu
perbuatan zalim selama ia dapat membantunya.
Di antara hadits yang lain, “Apabila dituduh telah berbuat keji,
hendaknya ia menghadapinya sambil mencari cara penyelesaiannya.” Serta,
“Menziarahi kuburannya dan ikut mendoakan orang-orang mati di antara mereka.”
Hak-Hak Tetangga
Sesungguhnya, tetangga memiliki hal yang sama dengan hak-hak seluruh kaum
muslimin lainnya, bahkan lebih tinggi karena keberadaannya sebagai tetangga.
Rasulullah saw bersabda, “Hak tetangga, ada tiga tingkatan: yaitu
tetangga yang memiliki hanya satu hak, yang memiliki dua hak dan yang memiliki
tiga hak. Adapun tetangga yang memiliki tiga macam hak adalah tetangga yang
muslim dan menjalin hubungan tali silaturrahim. Dalam hal ini, ia memiliki hak
bertetangga, hak Islam dan hak silatrurahim. Sedangkan tetangga yang memiliki
dua hak, yaitu hak tetangga muslim. Hak sebagai tetangga dan hak sebagai Islam.
Adapun tetangga yang hanya memiliki satu hak, yaitu tetangga yang musyrik.”
Hak bertetangga bukan hanya menghilangkan hal-hal yang mengganggu belaka,
akan tetapi ikut menanggung bersama atas apa yang dikeluhkan, karena pada saat
yang sama seseorang bukan hanya menghilangkan hal yang mengganggu tetangganya,
tetapi bagian dari dirinya untuk memenuhi hak-hak bertetangga. Bahkan bukan
hanya ikut menanggung gangguan tersebut, tapi ia pun harus berinisiatif
melahirkan solusi-solusi yang memberikan kebaikan dan bijak. Oleh karena itu,
dikatakan bahwa tetangga yang miskin bergantung atas tetangganya yang mampu
pada hari kiamat kelak. Tetangga miskin akan berkata, wahai Tuhan; Jalankan
ini, aku telah menghalangi kebaikannya dan pintunya tertutup tanpaku.
Kumpulan Hak-Hak Bertetangga
Dimulai dengan mengucapkan salam. Menjenguknya ketika sakit. Menolongnya
ketika ditimpa musibah. Ikut bergembira ketika ia berbahagia. Mengingatkan dari
kekhilafan. Tidak mencari-cari kekurangan dan aibnya. Menutupi aurat atau aib
tetangga yang terbuka. Serta menundukkan padangan dari melihat soal-soal
pribadinya.
Mujahid berkata, “Ketika aku berada di sisi Abdullah bin ‘Umar dan putranya
yang sedang menguliti seekor kambing, Abdullah berkata, “Wahai anakku,
apabila kita menguliti (binatang sembelihan), maka (saat membagi) mulailah dari
tetangga kita yang (kebetulan) beragama Yahudi.” Ia mengucapkannya beberapa
kali. Maka, Mujahid berkata kepadanya, “Berapa kali engkau mengatakan ini?”
Ia menjawab,”Sesungguhnya, Rasulullah saw berwasiat untuk menghormati
tetangga hingga muncul rasa takut bila ia menuntutnya."
Hak-Hak Kerabat dan Kenalan
Rasulullah saw bersabda,
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِيْ أَثَرِهِ, وَيُوْسَعَ عَلَيْهِ فِيْ رِزْقِهِ
فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ.
Artinya, “Barang siapa yang ingin dipanjangkan umur dan dilapangkan
rezkinya, hendaknya ia menjalin hubungan tali silaturrahim.”
Di lain hadits, belau bersabda, “Tali silaturrahim itu bergantung di
arsy. Tidak cukup hanya dengan memperluas hubungan, tapi juga menyambung tali
silaturrahim yang pernah putus.”
Ketika Abu Thalhah hendak bersedeqah dengan pagar, dia teringat dengan
firman Allah SWT, "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang
sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai."
Ia lalu berkata kepada Nabi saw, "Wahai Rasulullah, sedeqah tersebut
adalah di jalan Allah untuk kalangan fakir dan miskin." Rasulullah
menjawab, "Pahalamu di sisi Allah adalah terletak pada pemberianmu
kepada kerabatmu."
Hak-Hak Orang Tua dan Anak
Tidak diragukan, jika hak kekerabatan dan silaturrahim sangat ditekankan,
maka menjalin hubungan yang pertama dan khusus adalah atas dasar keturunan.
Rasulullah saw bersabda,
بِرَّ أُمَّكَ وَأَبَاكَ, وَأُخْتَكَ وَأَخَاكَ, ثُمَّ أَدْنَاكَ فَأَدْنَاكَ.
Artinya, "Berbuatbaiklah kepada Ibumu dan bapakmu, lalu saudara
perempuan dan saudara laki-lakimu, lalu kepada anak-anakmu dan keturunan
selanjutnya."
Di lain hadits, Nabi bersabda, "Allah SWT memberi rahmat kepada
seorang bapak yang mengajarkan anaknya untuk berakhlak mulia kepadanya."
Disunnahkan pula untuk membimbing dan mengarahkan terus anaknya. Diriwayatkan
bahwa Hasan bin Ali pernah ingin menempel kepada Nabi, padahal saat itu, belaiu
sedang berada di atas mimbar. Berselang itu, ada ayat yang turun, yaitu, "Sesungguhnya
hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu): di sisi Allah-lah pahala yang
besar."
Adapun Hak Budak
Hendaknya, budak merasakan pula lezatnya makanan dan
indahnya pakaian tuannya. Sang tuan tidak dibenarkan memberikan suatu pekerjaan
kepada budaknya di luar kemampuan budak. Tidak memandang kepada budaknya dengan
pandangan rendah dan mata sinis, namun sebalinya memaafkan bila ada kesalahannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar