Jumat, 01 Maret 2013

ADAB DALAM PERTEMANAN


ADAB DALAM PERTEMANAN
Sesungguhnya, saling mencintai karena Allah SWT dan bersaudara karena agama adalah sebaik-baik dalam berhubungan. Sikap seperti itu merupakan akhlak yang baik, dan terpuji.
Akhlak yang baik, Allah SWT berfirman,
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيِمٍ.
Artinya, "Sesungguhnya, engkau (Muhammad) memiliki akhlak yang sangat agung."
Adapun persaudaraan dan kasih sayang, Allah SWT berfirman,
فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا.
Artinya, "Lalu menjadilah kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara."
Di lain ayat, Allah SWT berfirman, "Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah Telah mempersatukan hati mereka."
Rasulullah saw bersabda, "Orang yang paling dekat kedudukannya denganku adalah yang paling baik akhlak dan lembut perangainya. Mereka saling mengasihi dan dikasihi."
Di lain hadits, Nabi bersabda,
المُؤْمِنُ إِلْفٌ مَأْلُوْفٌ, وَلَا خَيْرَ فِيْمَنْ لَا يَأْلِفُ وَلَا يُؤْلَفُ.
Artinya, "Orang mu'min mengasihi dan dikasihi. Tidak ada kebaikan bagi siapa yang tidak mengasihi dan tidak dikasihi."
Beliau bersabda, "Barang siapa yang diinginkan Allah SWT untuk diberikan suatu kebaikan, maka akan dikaruniakan kepadanya sahabat yang shaleh, jika ia lupa maka sahabatnya itu akan mengingatkan, dan apabila minta pertolongan maka ia akan menolongnya."
Beliau bersabda, "Barang siapa yang merajut suatu persaudaraan karena Allah, maka Allah SWT akan mengangkatnya dengan satu derajat di surga, di mana derajat tersebut tidak bisa dicapai oleh amalnya yang lain."
Penjelasan tentang makna persaudaraan karena Allah Ta'ala dan keutamaannya dibandingkan dengan persaudaraan di dunia.
Rasulullah saw bersabda, "Ruh-ruh bagaikan tentara-tentara yang dikoordinir. Yang saling mengenal di antara mereka akan saling mengasihi, tapi sebaliknya, yang mengingkari akan bertolak belakang."
Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya, pada suatu saat ruh kaum mu'minin akan bertemu dalam satu perjalanan, namun di antara mereka tidak melihat antara satu dengan yang lainnya."
Seseorang yang mencintai orang lain karena fisik, bisa jadi didorong oleh daya tarik fisiknya yang cantik, atau mungkin juga untuk mendapatkan  satu tujuan tertentu di luar fisik orang yang dicintainya, dimana tujuan tersebut terkait dengan kepentingan-kepentingan duniawi. Atau, ia mencintai saudaranya, dengan tujuan untuk mencapai kebagahagiaan di akhirat. Kemungkinan lain, adalah mencintai saudaranya yang lain karena Allah dan ia tidak mengejar dunia maupun akhirat, akan tetapi kedudukannya selaku hamba Allah. Barang siapa yang mencintai seseorang maka ia akan dicintai oleh orang yang dicintainya. Inilah yang disebut dengan persaudaraan karena Allah Ta'ala.
Seperti yang sya'ir Majnun bin 'Amir;
أَمُرُّ عَلَى دِيَارِ لَيْلِي                 أُقَبِّلُ ذَا الْجِدَارَ وَذَا  الْجِدَارَا
وَمَا حُبُّ الدِّيَارِ شَغَفَنَ قَلِبٍي   وَلَكِنْ حُبُّ مَنْ سَكَنَ الدِّيَارَا
Aku lewat di depan satu rumah, rumahnya Laila
Aku lalu mencium dindin ini dan dindin itu
            Bukan menyenangi rumah itu yang memenuhi hatiku
Akan tetapi menyenangi penghuninya.
Kita diperintahkan untuk mencintai karena Allah, dan kitapun diperintahkan untuk membenci karena Allah Ya'ala. Barang siapa yang mencintai seseorang karena orang tersebut juga mencintainya dan ta'at kepadanya, maka ia pun harus membenci lawan-lawannya karena mereka durhaka kepadanya.

Pasal Pertama
Sifat-Sifat Yang Menjadi Tuntunan Dalam Memilih Kawan
Setiap orang tidak pantas untuk menjadi teman. Rasulullah saw bersabda,
المَرْءُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يَخْلُلُ.
Artinya, "Seseorang itu (dipengaruhi) oleh agama kawannya. Maka, kalian hendaknya memperhatikan siapa yang akan dijadikan teman."
Di antara yang perlu diperhatikan ketika memiliki kawan adalah berakal, akhlaknya baik, tidak fasik, bukah ahlu bid'ah dan tidak terlalu cinta dunia.
Perihal berakal merupakan modal harta. Ali ra., bersya'ir,
 فَلَا تَصْحَبْ أَخَا الْجَهْلِ             وَإِيَّاكَ وَإِيَّاهُ  
فَكَمْ مِنْ جَاهِلٍ أَرْدَى         حَلِيْمًا حِيْنَ وَافَاهُ
يُقَاسُ الْمَرْءُ بِالْمَرْءِ                 إِذَا مَا هُوَ مَا شَاهُ
وَلِلشَّيْءِ عَلَى الشَّيْءِ         مَقَايِيْسٌ وَأَشْبَاهٌ
وَلِلْقَلْبِ عَلَى الْقَلْبِ                  دَلِيْلٌ حِيْنَ يلَقْاَهُ

Janganlah engkau berkawan dengan orang bodoh
Dan berhati-hatilah kamu dan kepadanya
Betapa banyak orang bodoh yang membinasakan
 Santun ketika berjanji
Manusia diukur dengan orang lain
Maka ia menjadi seperti raja buat dirinya
Sesuatu diukur dengan sesuatu pula
Seimbang dan serupa
Hati dengan hati
Sebagai bukti ketika berjumpa
Bagaimana mungkin seorang yang bodoh memberimu mudharat, padahal ia menginginkan kebaikan buatmu? Oleh karena itu, seorang penyai'r berkata,
Aku tenang kepada musuh yang berakal
Dan takut kepada kawan dekat tapi gila
Berakal adalah satu tipe dan caranya maklum
dan orang gila memiliki banyak kemungkinan 
Oleh karena itu, ada yang berkata, "Memutus hubungan dengan orang bodoh adalah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Demikian pula dengan orang fasik, tidak ada manfaat bergaul dengannya. Alasannya, karena siapa yang takut kepada Allah SWT, maka ia tidak akan memperbuat dosa besar. Tapi yang tidak takut kepada-Nya, maka tidak dipercaya bahwa ia tidak akan membuat kerusakan.
Allah SWT berfirman, "Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya Telah kami lalaikan dari mengingati kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas."
Suatu perangai akan cenderung mengikuti suatu perangai yang ia sendiri tidak tahu. Demikianlah seorang pemula.
Berkaitan dengan orang yang berakhlak baik, 'Ilqimah menyebutkan dalam salah satu wasiatnya kepada anaknya ketika ia akan wafat, "Wahai anakku jika engkau akan mencari kawan, maka pilihlah teman yang bila engkau melayaninya, ia menjagamu. Jika engkau berteman dengannya, ia menghiasimu. Jika engkau duduk bersamanya, ia menemanimu. Bertemanlah dengan orang yang jika engkau menjulurkan tanganmu kepadanya, ia akan membalasnya. Jika ia melihat kebaikan darimu, ia mengikutinya. Jika ia melihat darimu berbuat keburukan, ia mencegahnya. Bertemanlah pada orang yang jika engkau memintanya, ia memberimu. Jika engkau diam, ia menyapamu. Jika engkau mengalami musibah, ia membantumu. Berkawanlah dengan orang yang jika engkau berkata sesuatu, ia membenarkannya. Jika engkau akan melakukan sesuatu, ia memberi arahan. Dan jika terjadi pertengkaran di antara kalian, ia mengutamakanmu."
Ali bin Abu Thalib berkata,
Sesungguhnya, saudaramu yang benar ialah yang bersamamu
Dan yang merugikan dirinya untuk dirimu
            Apabila terjadi musibah padamu, ia mendatangimu
            Ia korbankan dirinya untuk menolongmu
Idealnya, hendaknya menjadikan dirinya orang yang berilmu setelah sebelumnya ia telah bersifat wara' agar ilmunya dapat bermanfaat. Luqman berkata, "Hai anakku, duduklah bersama dengan orang-orang yang berilmu. Perbanyaklah (bersama mereka) dengan duduk di atas kakimu. Sesungguhnya, hati dapat hidup dengan hikmah sebagaimana tanah tandus menjadi subur dengan curahan air hujan."

Pasal Kedua
Hak-Hak Persaudaraan Dan Pertemanan
Sesungguhnya, aturan-aturan persaudaraan merupakan ikatan di antara dua orang seperti halnya akad pernikahan antara suami istri. Apabila aqad yang tersebut sebagai aqad persaudaraan, maka ada hak-hak yang harus dipenuhi, di antaranya dalam hal harta, jiwa, lisan, hati, berdo'a, keikhlasan, kesetiaan dan tidak memaksa.
Pertama, tentang harta.  Paling sederhana adalah sikapmu kepada pembantu-pembantumu, dimana urusannya menjadi tugasmu. Pertengahannya, adalah sikapmu kepada kebutuhan dirimu sendiri. Rasa persaudaraan harus dibangun di atas unsur partner kerja sama dan persamaan. Paling tinggi adalah lebih mengutamakannya, sehingga engkau korbankan urusanmu sendiri demi kelancaran urusannya. Dan inilah derajat persaudaraan tertinggi.
Disebutkan dalam banyak hadits. Rasulullah saw bersabda, "Tidak berkawan di antara dua orang melainkan yang paling dicintai Allah adalah yang bersikap lemah lembut kepada kawannya."
Kedua, membantu kawan dalam memenuhi kebutuhannya sebelum ia sendiri memintanya. Sikap seperti ini, derajatnya sebanding dengan bagian yang paling tinggi pada derajat harta dalam hak-hak persahabatan.
 Ketiga, tidak menemuinya dengan sesuatu yang dibencinya. Anas ra., berkata bahwa Rasulullah saw., tidak menemui seseorang pada hal-hal yang tidak disukai. Ketahuilah bahwa jika engkau menginginkan seorang kawan yang tidak memiliki kekurangan, niscaya engkau tidak akan mendapatinya. Imam Syîfi'i ra., berkata, "Tidak ada seorang pun dari kaum muslimin yang ta'at kepada Allah SWT dan tidak pernah mendurhakainya. Sebaliknya, tidak ada seorang pun yang durhaka kepada Allah, dan tidak pernah mentaatinya. Barang siapa yang keta'atannya lebih dominan dari pada maksiatnya, maka ia termasuk orang yang adil. Jika hal tersebut adil dihadapan Allah SWT, maka niscaya lebih adil lagi bagimu. Oleh sebab itu, jadilah orang-orang yang selalu menebarkan kebaikan dan menutupi yang jahat. Sesungguhnya, Allah SWT telah menyebutkan hal tersebut dalam do’a. Seperti do’a, “Wahai Dzat Yang menampakkan kebaikan dan Yang menutup kejahatan.”
Ketahuilah, sesungguhnya, yang diridhai Allah SWT adalah yang memiliki akhlak yang baik, Dialah Dzat Yang Menutup ‘aib dan Mengampuni dosa. Sesungguhnya, Allah tidak menganggap sempurna iman seseorang hingga orang tersebut mencintai saudaranya sebagaimana ia cinta kepada dirinya sendiri. Tidak diragukan lagi bahwa Allah SWT menutup aurat dan mengampuni dosa-dosa serta menutup rahasianya. Ada pepatah yang mengatakan; Hati orang-orang yang merdeka adalah kuburan (menyimpan) rahasia. Pepatah lain, Hati orang yang dungu adalah di mulutnya. Dan lisan orang yang berakal ada di hatinya.
Keempat, menyampaikan pujian yang disukainya tanpa keluar dari kebenaran.
Rasulullah saw bersabda, “Apabila seseorang di antara kalian menicntai saudaranya, hendaknya memberitahukannya.” Karena hal tersebut dapat menambah cintanya kepadanya.
Sya’ir berikut amat indah,
خُذْ مِنْ زَمَانِكَ مَا صَفَا             دُوْنَ الَّذِيْ فِيْهِ الْكَدَرُ
فَالْعُمْرُ أَقْصَرُ مِنْ مُعَاتَبَةِ            الْخَلِيْلِ عَلَى الْغَيْرِ           
Ambillah dari masamu sesuatu yang baik
Dan meninggalkan yang keruh.
Umur itu lebih pendek daripada kebiasaan
Mencela sahabat agar berubah
Kelima, kesetiaan dan keikhlasan. Yaitu dengan selalu mencintai  saudaranya sampai ia mati dan mencintai anak-anak serta kawan-kawannya setelah kematiannya.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw., menghormati seorang wanita tua yang datang kepadanya. Maka dikatakan kepadanya tentang hal itu.
Beliau berkata, “Dahulu ia datang ketika Khadijah masih hidup.”
Ketahuilah bahwa kesetiaan yang baik itu termasuk iman dan pengamalan agama. Engkau sepatutnya selalu melihat keutamaan saudaramu, dan bukan dirimu.
Penyair berkata,
Rendahkan dirimu di hadapan orang
Yang bila engkau rendahkan diri kepadanya
Ia memandangnya sebagai keutamaan
bukan kebodohan
menghidarlah dari orang
yang merasa dirinya lebih utama
daripada orang lain

Pasal Ketiga
Hak-Hak Terhadap Sesama Muslim, Keluarga dan Tetangga
Hak-hak terhadap sesama muslim antara lain adalah : mengucapkan salam kepadanya jika bertemu, menjawab (panggilannya) jika dia memanggil, mendoakan (dengan kata "yarhamukumullah") jika dia bersin, menjenguknya ketika dia sakit, melayat jenazahnya apabila dia meninggal, membenarkan sumpahnya jika dia bersumpah, menasihatinya jika dia meminta nasihat kepadamu, menjaga kehormatannya bila dia tidak ada, mencintainya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri, dan tidak menyukai apa yang menimpanya seperti halnya dia tidak menyukai jika hal tersebut menimpa dirinya.
Rasulullah saw bersabda, ada empat macam hak-hak kaum muslimin padamu. Yaitu engkau menolong orang yang berbuat baik di antara mereka dan memohon ampun bagi yang berdosa di antara mereka. Engkau mencintai pengikutnya, dan tidak menyakiti kaum muslimin, baik sikap maupun perkataan.”
Rasulullah saw bersabda, “Seorang Muslim adalah yang memberi keselamatan kepada kaum muslimin lainnya, baik perkataan maupun tindakan.”
Rasulullah bersabda, “Seorang Mu’min adalah yang diberi keprcayaan oleh kaum mu’minin untuk menjaga jiwa dan harta mereka.” Dan sabdanya, “Orang yang berhijrah adalah hijrah dari perbuatan yang buruk dan menjauhinya.”
Di antara sabdanya yang lain bahwa kaum mu’minin adalah yang bersikap tawadhu kepada kaum muslimin lainnya, dan tidak bersikap sombong kepadanya. Allah SWT berfirman bahwa Ia tidak menyukai orang-orang yang sombong dan suka membanggakan diri. Jika ada orang bersikap angkuh kepadamu, maka bersabarlah. “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf serta berpaling dari orang-orang yang bodoh.”
Ia tidak boleh mendengar perkataan-perkataan orang kepada dirinya maupun kepada orang lain, sebagaimana ia sendiri tidak boleh melakukan perbuatan tersebut. Rasulullah saw bersabda, “Tidak masuk surga orang yang suka mengadu domba.”
Diantaranya yang lain adalah tidak memutus hubungannya selama tiga hari dengan saudaranya yang telah dikenalnya. Tidak masuk ke rumah orang lain tanpa seizin dari penghuninya. Bergaul kepada semua orang dengan akhlak yang baik.
Diperintahkan pula untuk menghormati orang yang lebih tua, menyayangi orang yang lebih muda, dan bersikap ramah terhadap seluruh manusia. Tidak memberikan janji kecuali akan ia tepati janjinya. Serta memperbaiki hubungan di antara sesama kaum muslimin.
Rasulullah saw bersabda,
أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَفْضَلٍ مِنْ دَرَجَةِ الصِّيَامِ وَالصَّلَاةِ وَالصَّدَقَةِ ؟ قَالُوْا: بَلَى, قَالَ: إِصْلَحْ ذَاتَ الْبَيْنِ. وَأَنْ يَسْتُرَ عَوْرَاتَ الْمُسْلِمِيْنَ.
Artinya, “Maukah kalian aku beritahu tingkatan derajat yang paling utama dalam puasa, shalat, dan bersedeqah? Para sahabat menjawab : “Pasti.” Nabi berkata, "Binalah hubungan baikmu dengan sesamamu. Dan menutup aib kaum muslimin.”
Di lain hadits, Nabi saw bersabda, “Mencari solusih atas kasus yang dituduhkan, dan menolong orang lain yang punya kebutuhan dan ia sanggup melakukannya.”
Selalu mendahului suatu perbincangan dengan ucapan salam. Melindungi  saudaranya dan harta bendanya dari suatu perbuatan zalim selama ia dapat membantunya.
Di antara hadits yang lain, “Apabila dituduh telah berbuat keji, hendaknya ia menghadapinya sambil mencari cara penyelesaiannya.” Serta, “Menziarahi kuburannya dan ikut mendoakan orang-orang mati di antara mereka.”
Hak-Hak Tetangga
Sesungguhnya, tetangga memiliki hal yang sama dengan hak-hak seluruh kaum muslimin lainnya, bahkan lebih tinggi karena keberadaannya sebagai tetangga.
Rasulullah saw bersabda, “Hak tetangga, ada tiga tingkatan: yaitu tetangga yang memiliki hanya satu hak, yang memiliki dua hak dan yang memiliki tiga hak. Adapun tetangga yang memiliki tiga macam hak adalah tetangga yang muslim dan menjalin hubungan tali silaturrahim. Dalam hal ini, ia memiliki hak bertetangga, hak Islam dan hak silatrurahim. Sedangkan tetangga yang memiliki dua hak, yaitu hak tetangga muslim. Hak sebagai tetangga dan hak sebagai Islam. Adapun tetangga yang hanya memiliki satu hak, yaitu tetangga yang musyrik.”
Hak bertetangga bukan hanya menghilangkan hal-hal yang mengganggu belaka, akan tetapi ikut menanggung bersama atas apa yang dikeluhkan, karena pada saat yang sama seseorang bukan hanya menghilangkan hal yang mengganggu tetangganya, tetapi bagian dari dirinya untuk memenuhi hak-hak bertetangga. Bahkan bukan hanya ikut menanggung gangguan tersebut, tapi ia pun harus berinisiatif melahirkan solusi-solusi yang memberikan kebaikan dan bijak. Oleh karena itu, dikatakan bahwa tetangga yang miskin bergantung atas tetangganya yang mampu pada hari kiamat kelak. Tetangga miskin akan berkata, wahai Tuhan; Jalankan ini, aku telah menghalangi kebaikannya dan pintunya tertutup tanpaku.
Kumpulan Hak-Hak Bertetangga
Dimulai dengan mengucapkan salam. Menjenguknya ketika sakit. Menolongnya ketika ditimpa musibah. Ikut bergembira ketika ia berbahagia. Mengingatkan dari kekhilafan. Tidak mencari-cari kekurangan dan aibnya. Menutupi aurat atau aib tetangga yang terbuka. Serta menundukkan padangan dari melihat soal-soal pribadinya.
Mujahid berkata, “Ketika aku berada di sisi Abdullah bin ‘Umar dan putranya yang sedang menguliti seekor kambing, Abdullah berkata, “Wahai anakku, apabila kita menguliti (binatang sembelihan), maka (saat membagi) mulailah dari tetangga kita yang (kebetulan) beragama Yahudi.” Ia mengucapkannya beberapa kali. Maka, Mujahid berkata kepadanya, “Berapa kali engkau mengatakan ini?”
Ia menjawab,”Sesungguhnya, Rasulullah saw berwasiat untuk menghormati tetangga hingga muncul rasa takut bila ia menuntutnya."

Hak-Hak Kerabat dan Kenalan
Rasulullah saw bersabda,
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِيْ أَثَرِهِ, وَيُوْسَعَ عَلَيْهِ فِيْ رِزْقِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ.
Artinya, “Barang siapa yang ingin dipanjangkan umur dan dilapangkan rezkinya, hendaknya ia menjalin hubungan tali silaturrahim.”
Di lain hadits, belau bersabda, “Tali silaturrahim itu bergantung di arsy. Tidak cukup hanya dengan memperluas hubungan, tapi juga menyambung tali silaturrahim yang pernah putus.”
Ketika Abu Thalhah hendak bersedeqah dengan pagar, dia teringat dengan firman Allah SWT, "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai." Ia lalu berkata kepada Nabi saw, "Wahai Rasulullah, sedeqah tersebut adalah di jalan Allah untuk kalangan fakir dan miskin." Rasulullah menjawab, "Pahalamu di sisi Allah adalah terletak pada pemberianmu kepada kerabatmu."
Hak-Hak Orang Tua dan Anak
Tidak diragukan, jika hak kekerabatan dan silaturrahim sangat ditekankan, maka menjalin hubungan yang pertama dan khusus adalah atas dasar keturunan. Rasulullah saw bersabda,
بِرَّ أُمَّكَ وَأَبَاكَ, وَأُخْتَكَ وَأَخَاكَ, ثُمَّ أَدْنَاكَ فَأَدْنَاكَ.
Artinya, "Berbuatbaiklah kepada Ibumu dan bapakmu, lalu saudara perempuan dan saudara laki-lakimu, lalu kepada anak-anakmu dan keturunan selanjutnya."
Di lain hadits, Nabi bersabda, "Allah SWT memberi rahmat kepada seorang bapak yang mengajarkan anaknya untuk berakhlak mulia kepadanya." Disunnahkan pula untuk membimbing dan mengarahkan terus anaknya. Diriwayatkan bahwa Hasan bin Ali pernah ingin menempel kepada Nabi, padahal saat itu, belaiu sedang berada di atas mimbar. Berselang itu, ada ayat yang turun, yaitu, "Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu): di sisi Allah-lah pahala yang besar."
Adapun Hak Budak
Hendaknya, budak merasakan pula lezatnya makanan dan indahnya pakaian tuannya. Sang tuan tidak dibenarkan memberikan suatu pekerjaan kepada budaknya di luar kemampuan budak. Tidak memandang kepada budaknya dengan pandangan rendah dan mata sinis, namun sebalinya memaafkan bila ada kesalahannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar