Jumat, 01 Maret 2013

ADAB MENGASINGKAN DIRI


ADAB MENGASINGKAN DIRI
Pasal Pertama
Pandangan Mazhab, Pendapat Para Tokoh Beserta Dalil-Dalilnya
Banyak orang yang berbeda pendapat tentang perbuatan mengasingkan diri dan berinteraksi dengan sesama mahluk, atau yang menganggap salah satunya lebih utama dari pada pendapat lainnya.
Pendapat yang lebih condong kepada upaya mengasingkan diri lebih utama dari pada bercampur baur dengan sesama manusia, di antaranya adalah Sofyan al-Tsaurî, Ibrahm bin Adham, Fudhail bin Iyadh, Sulaiman al-Khawâshî, Basyar al-Hâfî dan yang lainnya. Sebaliknya, umumnya dari kalangan Tâbi'in berpandangan keutamaan bercampur baur dengan masyarakat, memperbanyak pengalaman, persahabatan dan menjalin kasih sayang dengan sesama kaum mu'minin serta meningkatkan empati untuk saling tolong-menolong dalam urusan agama. Mereka yang berpandangan seperti ini, di antaranya adalah Sa'id bin Musayyib, al-Sya'bî, Syuraih, al-Syâfi'i, Ahmad bin Hanbal dan lain-lainya.
Dalil-dalil yang dikemukakan oleh para ulama yang terbagi atas dua macam pendapat tersebut menunjukkan keberpihakkan mereka terhadap salah satunya. Diriwayatkan dari Umar Radhiyallahu 'Anhu, beliau berkata, "Sisihkanlah waktmu untuk mengasingkan diri."
Ibnu Sairin berkata; "Mengasingkan diri adalah ibadah."
Ibrahim al-Nukhâî berkata kepada seorang laki-laki, "Cukupkanlah nafkah buat (keluargamu), kemudian mengasingkan diri."
Golongan yang lebih mengutamakan mengasingkan diri, merujuk kepada firman Allah,
وَأَعْتَزِلُكُمْ وَمَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ.
Artinya, "Dan aku akan menjauhkan diri daripadamu dan dari apa yang kamu seru selain Allah."
Dan sabda Rasulullah Saw kepada Abdullah bin 'Amir al-Juhni ketika ditanya, "Ya Rasulullah, Apa ukuran sukses? Nabi menjawab, "Saat berada di rumah, engkau merasa luang, engkau dapat menahan lidahmu (dari perkataan yang buruk), engkau menangisi dosa-dosamu."
Di lain hadits, Nabi Saw bersabda,
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ التَّقِيَّ النَّقِيَّ الْخَفِيَّ.
Artinya, "Sesungguhnya Allah Swt mencintai hambanya yang bertaqwa, yang bersih dan yang bersembunyi untuk beribadah (sibuk dengan urusan sendiri untuk ibadah)."
Dari beberapa dalil yang dikemukakan, nampak bahwa tidak semua sahabat diperintahkan bersikap demikian, karena mungkin saja seseorang bisa menyelamatkan dirinya dengan cara mengasingkan diri. Terkadang seseorang selamat dengan hanya berdiam diri di rumah, dan tidak ikut berjihad di luar rumah. Namun, itu pun juga tidak menunjukkan bahwa tidak ikut berjihad lebih utama, sementara berinteraksi dengan masyarakat merupakan jihad dan menjadi ukuran. Rasulullah Saw bersabda, "Yang bercampur baur dengan masyarakat umum serta bersabar atas berbagai keburukan-keburukan yang menimpanya, adalah lebih baik dari pada yang tidak berhubungan dengan lingkungannya serta tidak sabar atas sisi-sisi negatif di masyarakat."
Pasal kedua
Faedah-Faedah Dan Gangguan Dalam Mengasingkan Diri (Uzlah)
Faedah-faedah mengasingkan diri paling tidak terdiri atas enam hal, yaitu ;
Pertama, membersihkan diri untuk beribadah dan berpikir, dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan banyak berdo'a dan merenungi ciptaan Allah Swt. Hal tersebut bisa dilakukan dengan mengasingkan diri dan tidak berhubungan dengan manusia lain. Oleh karena itu, ahli hikmah berpendapat bahwa tidak mungkin seseorang melakukan uzlah tanpa banyak menelaah kitabullah (al-Qur'an), serta berpegang teguh terhadap isi dan kandungannya. Mereka inilah yang mengabaikan (kesenangan) dunia untuk mengingat Allah.
Orang yang banyak berzikir karena Allah, hidup karena Allah, mati karena Allah, dan akhirnya bertemu dengan Allah karena zikirnya. Tidak diragukan bahwa mereka menahan diri tidak bergaul dengan lingkungannya karena untuk berzikir dan merenung. Oleh karena itu, Rasulullah Saw ketika pertama mengemban risalah yang dibawahnya, beliau menyendiri (berkhalwat) di Gua Hira'.
Manakala seseorang telah berkhlawat, maka urusannya selesai, sebagaimana yang dikatakan oleh al-Junaid Radhiyallahu 'Anhu, "Aku berbicara dengan Allah Swt semenjak tiga puluh tahun, orang-orang mengira bahwa aku telah berbicara dengan mereka." Yang lainnya bertanya, "Apa yang mendorongmu untuk menyendiri?" Beliau berkata, "Aku tidak sendiri, tapi aku bersama Allah. Jika aku ingin Allah berbicara kepadaku, maka aku membaca al-Qur'an. Dan jika aku ingin berbicara dengan Allah, maka aku mendirikan shalat."
Diceritakan bahwa ketika Uwais al-Qarnî sedang duduk, tiba-tiba Haram bin Hayyân datang, dan ditanya; "Apa yang mendorongmu kemari?"
Dia menjawab, "Aku datang untuk menemanimu."
Uwais berkata, "Aku tidak paham, kenapa manusia yang telah mengenal Allah, namun lebih senang berkawan dengan manusia." Dan dia melanjutkan, "Apabila aku melihat bulan muncul, maka aku merasa gembira. Dengan itu aku bisa menyendiri untuk bersama dengan Tuhanku. Jika shubuh telah datang, aku merasakan sisi-sisi negatif saat bertemu dengan orang-orang. Mereka  menghalangiku lagi dengan kesibukan-kesibukan dari pada mengingat Allah."
Malik bin Dinar berkata, "Barang siapa yang tidak senang bertemu dengan Allah dari pada bertemu dengan manusia lain, maka sungguh amalnya kurang, hatinya buta dan ia menghilangkan usianya."
Faedah kedua, Dengan uzlah, manusia dapat menghindarkan diri dari perbuatan maksiat yang banyak dilakukan dan tersebar di tengah-tengah pergaulan masyarakat banyak. Dengan berkhalwat manusia dapat selamat perbuatan-perbuatan, seperti ghibah, riya' dan tidak menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran. Penjelasannya akan disebutkan pada bagian lain dengan pertimbangan bijak bahwa membebaskan diri secara mutlak dari pergaulan dengan masyarakat adalah mustahil.
Masing-masing orang berbeda, tergantung keadaan yang dihadapinya. Bersikap bijak dan pertengahan adalah lebih utama. Yaitu, tidak berprinsip bahwa harus berkhalwat selamanya, karena dengan itu ia akan menghilangkan sisi-sisi keutamaan dengan bergaul di masyarakat. Sebaliknya, tidak pula selamanya larut dalam pergaulan dengan lingkungan tanpa pernah ingin meraih sisi-sisi positif dan faedah uzlah.
Dengan beruzlah, seseorang berniat untuk menghindarkan diri dari keburukan-keburukan pergaulan antar manusia. Secara umum ia niatkan untuk beribadah dan berzikir kepada Allah. Tidak memperpanjang angan-angan  sehingga dirinya enggan dan dapat menipunya sepanjang masa. Hendaknya, ia beniat untuk ikut dalam jihad akbar (jihad yang sangat besar), dengan beruzlah, yaitu berjuang melawan hawa nafsu, sebagaimana yang diungkapkan oleh para sahabat, "Kita telah pulang dari jihad yang kecil dan menuju kepada jihad yang paling besar." Wallahu A'lam Bisshawâb.
Faedah ketiga, menjauhkan diri dari fitnah dan permusuhan. Selanjutnya, menjaga diri agar tidak terjerumus kepada kejadian tersebut dan bahay-bahaya yang ditimbulkannya. Diriwayatkan dariAbu Sa'id al-Khudrî Radhiyallahu 'Anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda,
يُوشِكُ أَنْ يَكُونَ خَيْرَ مَالِ الْمُسْلِمِ غَنَمٌ يَتْبَعُ بِهَا شَعَفَ الْجِبَالِ وَمَوَاقِعَ الْقَطْرِ يَفِرُّ بِدِينِهِ مِنْ الْفِتَنِ.
Artinya, "Dikhawatirkan bagi kaum Muslimin yang memiliki sebaik-baik harta berupa kambing-kambing piaraan, sehingga ia mengikutinya (untuk digembalakan) sampai ke puncak gunung dan tempat-tempat yang curah hujannya tinggi, ia akan meninggalkan agamanya dan menimbulkan fitnah.".
Faedah keempat, menghidarkan diri dari kejahatan manusia. Ada yang berkata, "Bergaul dengan orang-orang yang bejat perilakunya, dapat memunculkan anggapan-anggapan yang buruk terhadap orang-orang baik." Umar berkata, "Dengan beruzlah, dapat membebaskan diri pergaulan buruk."
Faedah kelima, Memutus sifat tamak orang lain terhadapmu, dan memutus rasa tamakmu terhadap mereka."
Faedah keenam, menhindarkan diri dari orang-orang bodoh dan ikut-ikutan terhadap perilaku mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar