Jumat, 01 Maret 2013

ADAB MENCARI MATA PENCAHARIAN DAN PENGHIDUPAN


ADAB MENCARI MATA PENCAHARIAN DAN PENGHIDUPAN
Dalam bab terdiri atas beberapa pasal ;
Hadits-hadits Nabi yang menunjukkan keutamaannya, beliau bersabda ;
مِنَ الذُّنُوْبِ ذُنُوْبٌ لَا يُكَفِّرُهَا إِلَّا الْهَمَّ فِي طَلَبِ الْمَعِيْشَةِ.
Artinya, "Dosa-dosa yang tergolong tidak dapat dihapus, kecuali oleh pikiran untuk mencari mata pencarian."
Di lain hadits, "Pedagang yang jujur akan dikumpulkan pada hari kiamat kelak bersama dengan orang-orang yang benar dan para syuhada'." Dalam salah satu kabar, "Allah Swt menyukai orang-orang mu'min yang bekerja."
Nabi Saw bersabda, "Allah Swt tidak mewahyukan kepadaku untuk mengumpulkan harta benda dan menjadi seorang pedagang." Akan tetapi, diperintahkan, seperti firman Allah, "Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (shalat).  Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)."
Ketahuilah, bahwa meminta-minta tidak lepas dari pandangan perkara-perkara yang dianggap negatif. Namun, mencari mata pencahrian lebih utama, kecuali orang yang menjalankan maslahat-maslahat kaum Muslimin. Dalam kondisi seperti itu, meninggalkan kerja dan beralih mengerjakan tugas-tugas kaum Muslimin lebih utama, dan cukuplah baginya penghasilan yang didapat dari menjalankan urusan-urusan keumatan, atau dari sumber lainnya.
Demikian masukan-masukan dari sahabat lain kepada Abu Bakar Ra. ketika pertama kali memangku jabatan kekhalifahan untuk meninggalkan dunia dagang, maka beliau pun meninggalkan usaha tersebut. Cukuplah apa yang diterimanya dari hasil melaksanakan maslahat, yaitu menjalankan roda maslahat kaum Muslimin.
Pasal pertama
Syarat-Syarat Sah Jual Beli
Dalam jual beli, terdapat tiga rukun, yaitu;
1.   Orang yang bertransaksi.
2.   Barang yang diperjual-belikan.
3.   Dan lafaz jual beli.
Sedangkan, ada empat macam orang-orang yang hendaknya tidak melakukan transaksi jual beli. Yaitu; anak-anak, orang gila, hamba sahaya dan orang buta.
Bertransksi dengan orang kafir diperbolehkan, kecuali dalam jual beli mushaf al-Qur'an, hamba sahaya muslim dan tidak berjual beli alat-alat perang kecuali di masa-masa peperangan.
Tidak diperbolehkan jual beli khamar, lemak daging yang bernajis dan gading gajah. Selain itu, tidak boleh membeli minyak yang telah bercampur dengan najis, jual beli anjing dan serangga. Sedangkan, karpet atau permadani yang bergambar diperbolehkan memakainya. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw kepada Aisyah Ra, "Jadikanlah ia sebagai bantal." Tidak boleh menggunakannya dalam keadaan berdiri, namun dalam keadaan terlentang.
Syarat-syarat barang yang menjadi objek jual beli, yaitu jumlahnya terukur saat diterima dan barangnya jelas. Dalam transaksi tersebut, hendaknya dengan memakai lafaz ijab dan qabul. Sedangkan, barang-barang sederhana dan makanan, dalam satu pendapat yang diriwayatkan oleh Ibnu Syuraih, bahwa barang tersebut cukup dengan diserahkan karena kebutuhan yang mendesak.
Adapun barang-barang riba', telah banyak disebutkan batasan-batasannya. Oleh karena itu, berhati-hatilah terhadapnya. Sedangkan, jual beli salam adalah bentuk mu'amalah yang diperbolehkan. Demikian pula dengan sewa-menyewa. Syarat-syaratnya (dan penjelasn-penjelasan lain) telah banyak disebutkan dalam kitab-kitab fiqh, dan patut untuk dibaca.

Pasal Kedua
Adil dan Ihsan, Serta Menjauhi Perbuatan Dzalim dalam Mu'amalah
Ketahuilah bahwa macam-macam transaksi dalam mu'amalah terkadang yang difatwakan oleh seorang mufti benar, namun mengandung unsur pendzaliman, sehingga menimbulkan murka Allah. Diantaranya perilaku-perilaku terlarang tersebut adalah perbuatan menimbung harta (barang yang sangat dibutuhkan orang banyak), khususnya dalam hal makanan. Sabda Rasulullah Saw, "Orang yang menimbung barang dagangan dilaknat." Padahal banyak orang yang sangat butuh. Selain itu, menyembunyikan aib atau cacat barang. Perbuatan tersebut adalah kecurangan. Adil dalam timbangan, dan bagi yang tidak adil merupakan perbuatan yang biadab. Firman Allah, Swt, " Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang."
Ringkasnya, bahwa segala bentuk penipuan adalah diharamkan. Tidak diperbolehkan mendatangi sesuatu yang tidak ingin dibelinya. Dilarang pula menjual sebuah permadani keluaran terakhir, yang jika seseorang membelinya atas dasar (tidak enak) pertemanan atau untuk anaknya. Hendaknya, penjual mengingatkan kepada pembeli sehingga tidak berlebih-lebihan dalam berbelanja.
Hendaknya bersikap yang baik, di antaranya tidak menipu dalam transaksi jual beli yang berjalan tidak sebagaimana kebiasaan (masyarakat). Saling mempermudah dalam jual beli adalah sesuatu yang dianjurkan. Rasulullah Saw bersabda, "
رَحِمَ اللهُ عَبْدًا سَهْلَ الْبَيْعِ سَهْلَ الشِّرَاءِ, سَهْلَ الْقَضَاءِ سَهْلَ الْإِقْتِصَادِ.
Artinya, "Allah Swt menyayangi hamba yang mudah pada waktu menjual dan yang mudah pada waktu membeli, mudah di waktu membayar dan mudah di waktu menagih."
Barang siapa yang memanfaatkan do'a Rasul Saw, maka dalam transaksi mu'amalahnya akan mendapatkan keuntungan dunia dan akhirat. Beliau bersabda, "Barang siapa yang memperlihatkan suatu kesulitan dan menghilangkan kesulitan tersebut, maka Allah Swt mencukupkannya dengan kecukupan yang mudah."
Sifat ihsan adalah memberi kemudahan kepada orang yang telah memudahkannya. Rasulullah Saw bersabda, "Barang siapa yang memaafkan orang yang menyesal dalam jual beli, maka Allah Ta'ala memaafkan dosa-dosanya pada hari kiamat."

Pasal Ketiga
Perhatian Pedagang dalam Urusan Dunia Secara Khusus dan Akhirat Secara Umum
Seorang pedagang tidak patut terlalu disibukkan dengan urusan jual beli untuk mendapatkan keuntungan di dunia, kemudian menyepelekan modal utamanya di akhirat. Karena dengan demikian, ia akan mengalami kerugian yang benar-benar nyata. Oleh sebab itu, hendaknya niat berdagang adalah untuk mencari penghasilan yang halal di dunia, dan tidak mengharapkan pemberian dari belas kasih orang lain. Bekal atau keuntungan yang diperoleh dapat mendorongmu untuk mengejar akhirat.
Golongan  orang-orang Shalaf Ridhiyallahu 'Anhum membenci memperoleh penghasilan dari hasil kerja ibadah. Dan menjadi fardhu kifayah mereka dengan memandikan mayat lalu menguburkannya, adzan dan shalat tarawih. Jika mereka bekerja dalam perdagangan, seperti yang telah lalu, maka mereka tidak mencampur adukkan antara kesibukan dunia dengan kesibukan akhirat, yaitu di masjid. Allah Swt berfirman, "Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah." Mereka membiasakan diri berada di masjid sejak awal shubuh hingga matahari terang benderang di siang hari. Mereka kembali lagi ke masjid setiap waktu shalat fardhu. Setiap kali mereka mendengar panggilan adzan, maka mereka bergegas meninggalkan urusan dunianya. Sebagian mereka yang bekerja, ketika mengangkat palu dan tiba-tiba mendengar adzan, mereka tidak jadi memukulkannya, tapi diletakkan dan ditinggalkannya.
Ketika mereka berada di pasar, hati mereka tidak lepas berzikir kepada Allah Swt. Keutamaan mengingat Allah di pasar, ditegaskan dalam salah satu sabda Nabi Saw;
مَنْ دَخَلَ السُّوقَ فَقَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَهُوَ حَيٌّ لَا يَمُوتُ بِيَدِهِ الْخَيْرُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ أَلْفَ أَلْفِ حَسَنَةٍ وَمَحَا عَنْهُ أَلْفَ أَلْفِ سَيِّئَةٍ وَرَفَعَ لَهُ أَلْفَ أَلْفِ دَرَجَةٍ.
Artinya, "Barang siapa yang masuk pasar, hendaknya membaca bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah, Dia Satu, tidak ada sekutu baginya. Padanya kerajaan dan baginya segala pujian, Yang Maha Menghidupkan dan Mematikan, Dialah Dzat Yang Maha Hidup dan tidak mati. Dalam genggaman-Nya segala kebaikan, dan Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Allah Swt mencatat pahala baginya melaksanakannya dengan beribu-ribu kebaikan, menghapus darinya beribu-ribu keburukan dan mengangkatnya dengan beribu-ribu derajat."
Dianjurkan dalam menjalankan mu'amalahnya ada teman yang mengiringi sehingga tidak khawatir salah seorang di antara orang yang beraqad keluar dari perjanjian, karena Allah Swt akan meminta pertanggungjawaban atas apa yang telah terjadi dalam transaksi mereka. Setelah itu, dituntut dari transaksi tersebut kejelasan tentang hak-hak masing-masing orang sehingga semuanya terpelihara dan tidak kurang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar